Muslim Indonesia Semakin Konservatif. Ini Hasil Survei, Lho!
Sebuah jajak pendapat memastikan tren menguatnya konservatisme di kalangan umat Muslim Indonesia. Studi ini juga mencatat mayoritas menilai ancaman terbesar terhadap Islam berasal dari umat Muslim sendiri.
Benarkah konservatisme kian mengakar di Indonesia?.
Menurut jajak pendapat yang dipublikasikan oleh ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, sekitar 82 persen penduduk Indonesia mendukung anggapan bahwa perempuan harus berhijab sebagai bagian dari penerapan hukum Islam. Survei tersebut melibatkan 1.620 responden di 34 provinsi.
Hanya 9 persen responden yang menilai dampak positif penerapan hukum Islam "sangat terbatas atau tidak ada sama sekali." Sebaliknya 67 persen menanggap penerapan Syariah Islam akan mampu menjaga tenun moral masyarakat. Sejak reformasi 1998 yang menanamkan kebijakan desentralisasi, sudah sebanyak 440 Peraturan Daerah Syariah yang disahkan.
Namun saat yang bersamaan sebagian besar responden menilai ancaman terbesar terhadap Islam tidak berasal dari luar, melainkan dari umat Muslim sendiri. Terutama keterlibatan tokoh agama di panggung politik dianggap bisa melukai integritas Islam.
"Singkatnya mayoritas tidak melihat faktor eksternal sebagai ancaman," tulis peneliti ISEAS, Diego Fossati, Hui Yew-Foong dan Siwage Dharma Negara, dikutip ngopibareng.id, Senin (11/09/2017), seperti dilansir TodayOnline.
Hasil jajak pendapat Pew Research Centre pada 2015 silam mengungkap lebih dari separuh (52 persen) penduduk muslim Malaysia mendukung pandangan bahwa konstitusi negara harus mengikuti Syariah Islam secara menyeluruh. Sementara 17 persen mewakili pandangan yang lebih moderat, yakni ajaran Al-Quran hanya sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Sisanya (17 persen) menolak pengaruh agama pada konstitusi.
Amatan ngopibareng.id, dalam pandangan pers di luar negeri, Islam di Indonesia mempunyai citra yang berbeda dengan anggarapan arus umum di Indonesia. Mereka menganggap, islamisasi politik Indonesia belakangan menguat, terutama sejak Pemilihan Umum Kepresidenan 2014. Saat itu berbagai partai politik, termasuk yang berhaluan sekuler, dan organisasi kemasyarakatan mencoba mengusung isu agama untuk mendulang suara dan simpati.
Survei yang digelar pasca-Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta itu juga menyaring sentimen masyarakat terkait kasus penistaan agama yang melibatkan bekas Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. Sekitar 63 persen responden menganggap penistaan agama layak mendapat hukuman. Sekitar 58 persen mendukung anggapan bahwa umat Muslim harus memilih pemimpin seagama.
"Hasil survei ini membuktikan dakwaan penistaan agama dianggap serius. Bukan cuma oleh pemilih di Jakarta, melainkan juga oleh umat Muslim di seluruh Indonesia. Artinya isu ini memiliki cakupan melebihi Pilkada Jakarta," begitu bunyi studi tersebut. (adi/dw)