Musim Kemarau, Warga Lamongan Mulai Menjerit Akibat Krisis Air
Dampak musim kemarau panjang mulai dirasakan masyarakat di sejumlah wilayah di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Terutama yang berada di wilayah bagian selatan Lamongan.
Selain lahan sawah pertanian yang tidak lagi mendapat siraman air, warga mulai kelimpungan karena ketersediaan air bersih ludes.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kini warga mengandalkan bantuan (dropping) air dari pihak luar, baik dari kalangan komunitas atau relawan, maupun pemerintah daerah.
"Sumur-sumur warga pada sudah kering, tidak mengeluarkan sumbernya," ujar Susanto, salah satu warga Desa Sumberagung, Kecamatan Modo Lamongan.
Ia mengaku, demi mendapatkan air yang layak untuk mencuci, mandi, bab, dan sebagainya, terpaksa harus beli air dari luar, karena air di waduk setempat juga mengering.
"Untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak, saya terpaksa membeli air terus menerus, sembari nunggu bantuan," imbuhnya.
Hal senada juga dialami oleh Kasmuni, warga Desa Modo Lamongan. Ia mengaku memang sudah ada bantuan dropping air, tapi hal itu dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Sekarang air di sini langka. Ya alhamdulillah kalau pas lagi ada bantuan. Tapi bantuan air ini kan tidak tiap hari datang. Apalagi seperti keluarga saya ini banyak, kebutuhan airnya juga pasti banyak," terangnya.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lamongan, Mugito membenarkan jika musim kemarau yang berdampak krisis air bersih sudah dirasakan di sejumlah wilayah di Lamongan.
"Sementara ini, kami sudah berupaya melakukan dropping air bersih ke sejumlah wilayah. Bilamana ada desa lain yang belum dapat, pihak desa bisa mengajukan permohonan kepada camat setempat, kemudian hal itu akan diteruskan ke bupati, dan bupati meneruskan ke BPBD Lamongan," ungkapnya.
Ia menambahkan, beberapa desa yang sudah mendapatkan dropping air bersih di antaranya Desa Sumberagung, Desa Kacangan Modo, Desa Sambangan dan Bulumargi di Kecamatan Babat.
Mengenai langkah penanganan, ia mengaku jika saat ini petugas BPBD Lamongan terus melakukan pengecekan di lapangan. Pihaknya juga menunggu informasi dan laporan dari camat, karena dari informasi itu sebagai acuan peluncuran dropping air bersih.
"Melalui laporan dari camat dan juga dari kades setempat, nantinya kita ketahui wilayah-wilayah mana yang terdampak krisis air karena bencana kekeringan ini," bebernya.
Ia mencatat per 17 September 2019, sedikitnya terdapat 72 desa mengalami kekeringan, dari 16 Kecamatan di Lamongan. Namun jumlah itu bisa bertambah, mengingat musim kemarau yang belum berakhir.
"Tentunya, kami tim BPBD terus siaga setiap hari dengan 4 unit armada tangki untuk menyuplai air, jika ada permintaan dari warga melalui kades dan camat," pungkasnya.