Musim Hujan di Bojonegoro, Musim Warga Berburu Biawak
Musim hujan tak hanya berpotensi menimbulkan banjir dan tanah longsor. Di Bojonegoro, pada musim ini juga kerap muncul hewan liar masuk ke pemukiman warga, di antaranya, biawak atau sliro dengan nama latin varanus salvator.
Di beberapa tempat di Kecamatan Kota Bojonegoro, biawak jadi buruan warga. Reptil pemakan daging ini banyak bermunculan di persawahan, tambak ikan, juga semak-semak dan tanaman bambu dan Sungai Bengawan Solo.
Areal persawahan di belakang Taman Rajekwesi (bekas Teminal Lama Bojonegoro), mudah ditemukan binatang bercakar tajam ini. Lokasi persawahan milik Kodam V Brawijaya ini, banyak ditemukan biawak. Diduga binatang ini, beranak-pinak hingga puluhan jumlahnya dalam dua tahun terakhir.
Agung, 33 tahun, pemburu biawak asal Banjarsari, Bojonegoro, mengaku dalam dua bulan terakhir ini berhasil menangkap 11 ekor biawak ukuran sedang hingga besar. Terakhir, berhasil menangkap biawak ukuran besar dengan panjang 1,1 meter lebih dengan bobot lebih dari 5 kilogram. “Ini tangkapan yang terbesar, selama dua bulan musim hujan ini,” tegasnya pada Ngopibareng.id, Rabu 1 Januari 2025.
Di Bojonegoro dan sekitarnya, warga menangkap biawak dengan beberapa cara. Mulai cara memancing dengan umpan ikan atau daging busuk, memanah, menembak dan menjerat dengan kawat. Sedangkan untuk melacak persembunyian biawak, warga ada yang menggunakan anjing.
Munculnya biawak dalam beberapa bulan terakhir ini, juga membuat resah warga. Terutama mereka yang memiliki peliharaan ternak unggas. Seperti ayam, itik, mentok dan lainnya. Pasalnya biawak dikenal sebagai hama dan kerap memakan ternak, terutama unggas. Terutama peliharaan unggas yang berlokasi tak jauh dari semak-semak dan kebun.
Penangkapan biawak tentu saja membuat warga yang pelihara unggas jadi senang. Pasalnya selain cerdik makan ayam, biawak juga dikenal lincah, pandai sembunyi, bahkan pintar memanjat.
”Ya, cakarnya yang tajam digunakan untuk memanjat,” ujar Atmojo,36, tahun, warga Desa Bendo, Kecamatan Kapas, Bojonegoro, yang mengaku ayamnya kerap dimakan biawak.
Biawak yang ditangkap warga, biasanya ada yang dimasak sendiri atau juga dijual di warung-warung penyedia masakan reptil, seperti biawak, ular dan katak.
Sebagian besar masyarakat mengakui bahwa biawak tidak boleh dimakan alias haram. Alasannya karena biawak jenis hewan karnivora yang memiliki taring dan kuku tajam. ”Kalau saya ya tidak makan biawak,” ujar Wulan, warga Kecamatan Kota Bojonegoro.
Meski demikian, warung-warung penyedia masakan biawak di beberapa tempat di Bojonegoro, cukup laris. Dagingnya biasanya dimasak krengsengan, rica-rica pedas dan lainnya. Sedangkan minyak biawak biasanya digunakan untuk menyembuhkan penyakit gatal-gatal di kulit.
Advertisement