FSGI: Mundurnya NU-Muhammadiyah Bukti POP Kehilangan Legalitas
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memandang mundurnya dua organisasi terbesar Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), menandakan jika program ini telah kehilangan legitimasi moral.
Sejarah republik ini membuktikan, dua organisasi massa Islam terbesar Indonesia ini menjadi tiang pancang penjaga moralitas bangsa Indonesia.
"Mundurnya NU dan Muhammadiyah dari POP memberikan pesan kepada kita bahwa ada yang janggal dalam proses seleksi POP," kata Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim, Jumat 24 Juli 2020.
NU dan Muhammadiyah sudah hampir satu abad menjadi jangkar dan pedoman moralitas republik ini. Aktivitas pendidikan yang mereka lakukan telah teruji masa sampai detik ini. Mundurnya NU dan Muh dari POP, sebagai pertanda dua organisasi Islam ini punya marwah. Sebab, tentulah tak sembarangan dan tak asal-asalan, kenapa mereka memutuskan tak jadi ikut POP.
"Saya yakin sekali, tanpa POP dan Kemdikbud pun, NU dan Muh tetap terdepan dalam bergerak di nusantara ini, mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Salim.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengeluhkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tentang POP.
”Saya nge-twit protes kepada Mendikbud. Tolong jangan pernah melupakan sejarah peran Nahdlatul Ulama dalam pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Termasuk Muhammadiyah,” ujar pria yang disapa Cak Imin di Jakarta, Kamis 23 Juli 2020.
“Jadi apapun kebijakannya jangan sampai pernah tidak melibatkan NU dan juga Muhammadiyah. Kalau enggak kualat, itu minimal yang terjadi,” tambahnya.
Menurut Cak Imin, organiasai menegah ke atas yang memiliki dana besar sebaiknya tidak perlu dibantu oleh pemerintah, seperti Tanoto Foundation dan Sampoerna Fondation.
“Yang kuat tidak usah dibantu APBN, bantulah yang lemah melalui APBN. Bukan yang kuat yang dibantu APBN,” katanya.
Cak Imin juga menegaskan, perguruan tinggi swasta sangat perlu mendapatkan bantuan. Karena memiliki keterbatasan infrastruktur termasuk sarana dan prasarananya. Ini berbeda dengan perguruan tinggi negeri.
“Perguruan tinggi negeri itu merem saja sudah maju. Tapi perguruan tinggi swasta itu sampai kemringet (keringetan) juga belum tentu maju. Apalagi perguruan tinggi yang masuknya Sabtu dan Minggu. Itu lebih parah lagi. Itu yang harus diperhatikan,” ungkapnya.
Menurut Cak Imin, sejak awal pihaknya mendukung Presiden Jokowi menunjuk Nadiem Makarim menjadi Mendikbud. Namun jangan lupakan sejarah pendidikan di Indonesia. NU dan Muhammadiyah memiliki andil besar dalam pendidikan di negeri ini.
Advertisement