Muncul Gatotgate, Kasus e-KTP Senyap
Seminggu ini, seluruh perhatian para pengamat dan aktivis hampir sepenuhnya tersedot oleh manuver (politik) Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Lontaran sejumlah isu yang kontroversial dan mengagetkan dari Panglima TNI ini, Gatotgate, memang terlalu ‘sexy’ untuk dilewatkan begitu saja. Semua seakan tersihir dan lupa masih banyak peristiwa penting yang juga sangat perlu untuk kita awasi, amati secara cermat dan serius.
Salah satunya kasus mega korupsi e-KTP. Mega korupsi ini, selain menyimpan sejumlah misteri, melibatkan sejumlah petinggi partai. Bila semua diam, kasus ini perlahan bisa senyap dan lenyap begitu saja. Kasus BLBI, Bank Century, Kasus Pelindo, merupakan sederet kasus besar, melibatkan orang-orang besar, yang lenyap menguap begitu saja. Jangan sampai ribut-ribut Gatotgate ini mengalihkan perhatian kita akan hal ini. Bila perlu kita patut berpikir konspiratif, jangan-jangan ribut-ribut ini sengaja dimunculkan agar kasus Setya Novanto (Setnov) tenggelam ditelan gelombang keributan seputar Gatotgate.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih sangat memerlukan dukungan setiap komponen bangsa yang ingin mengalami Indonesia terbebas dari korupsi. Setidaknya, kalau tidak sepenuhnya bersih, sudah sangat jauh berkurang. Tidak seperti sekarang, korupsi berjamaah masih diperagakan tanpa malu. Operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap sejumlah oknum kepala daerah, politisi, bahkan penegak hukum, membuktikan betapa masih jauhnya perjalanan menuju Indonesia bersih dari koruptor.
Yang perlu kita cermati secara saksama dalam waktu dekat ini adalah kasus praperadilan Setnov. Akankah Setnov mengikuti jejak Hadi Purnomo dan Budi Gunawan yang dengan perkasa membuat lembaga peradilan bertekuk lutut? Naga-naganya arah menuju calon keluar sebagai pemenang sudah ada sinyal yang cukup kuat. Dengan ditolaknya eksepsi KPK oleh Pengadilan Jakarta Selatan, tanda-tanda Setnov akan berjaya semakin mendekati kenyataan.
Bila nanti benar KPK dikalahkan dan KPK tidak melakukan usaha lain untuk menguatkan adanya dua bukti keterlibatan Setnov hingga sangat layak menjadi tersangka, maka rakyat akan hilang kepercayaan pada KPK, terlebih lagi kepada lembaga peradilan di negeri ini. Tanpa KPK berusaha melawan, memilih menerima dan selanjutnya diam, sudah saatnya masyarakat melakukan class action menuntut pejabat KPK untuk diajukan ke meja hijau karena telah melakukan pembohongan publik. Pasalnya, karena telah menjadikan Setnov sebagai tersangka lewat dua bukti yang ternyata abal-abal; terbukti pihak pengadilan memenangkan Setnov.
Pada suatu pertemuan, saya sempat membicarakan masalah kasus e-KTP ini dengan seorang kawan yang berkedudukan sangat tinggi di negeri ini. Kepada saya ia berpesan agar tidak terlalu yakin KPK akan berjaya melawan Setnov. Masih ingat kata-kata pak Adam Malik dulu, "Semua bisa diatur..!”, kira-kira begitulah nanti. Mendengar ini, saya terdiam mengelus dada dan seraya istighfar.
Sebaiknya, organisasi dan teman-teman aktivis yang menaruh perhatian terhadap penegakan hukum, bila nanti Setnov berhasil membungkam KPK lewat praperadilan, putusan ini perlu diangkat untuk dijadikan bahan yang dipersoalkan dan dipermasalahkan. Setidaknya melalui bahasa dan kaidah hukum, meminta KPK membeberkan dua barang bukti yang konon cukup kuat menjadikan Setnov tersangka. Jangan gara-gara heboh Gatotgate, kasus e-KTP jadi senyap!
Selain itu, perlu juga dikaji lika-liku penunjukan hakim praperadilan dikarenakan posisinya sebagai hakim tunggal yang berkewenangan penuh sebagai wakil Tuhan yang tak terbantahkan keputusannya. Logikanya, siapa pun yang ditunjuk seharusnya melalui seleksi dan prosedur yang ekstra ketat, sehingga istilah pak Adam, "semua bisa diatur.." menjadi tidak berlaku!
Apa rakyat harus menunggu ganti pemerintahan untuk benar-benar lembaga peradilan dapat menegakkan keadilan?
Oleh karenanya, Pak Jokowi yang dikenal tidak korup, ditunggu jurusnya untuk menjawab tantangan ini. Jangan sampai timbul kesan, semua sama saja!
Dan satu lagi pak Jokowi, konon ada mega korupsi di PT Telkom?! *Erros Djarot