Munaslub Golkar, Makin Cepat Makin Baik!
Lagi-lagi Setya Novanto (Setnov) bikin kejutan. Kali ini ia melakukan gerakan tutup mulut total. Setnov tak mau menjawab pertanyaan hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor yang berlangsung pada 13 Desember 2017. Pemandangan jalannya persidangan yang mengadili Ketua Umum Golkar dalam kasus mega korupsi e-KTP ini, penuh dengan adegan dramatik. Alasan sakit parah, sepertinya digunakan Setnov sebagai senjata pamungkas melakukan perlawanan terhadap gerakan KPK.
Menyadari celah hukum yang tersisa dalam proses adu cepat melangkah antara persidangan Tipikor dan persidangan praperadilan, Setnov pun melakukan strategi buying time (ulur waktu). Harapannya, bila persidangan Tipikor dapat dihambat dan gagal lanjut, tersisa harapan sidang praperadilan berlanjut dan berharap dirinya kembali memenangkan untuk yang kedua kalinya. Tapi harapan itu pupus sudah. Sidang Tipikor terus lanjut dan berjalan sesuai aturan. Demi hukum, sidang praperadilan dinyatakan gugur dan tak dapat berlanjut
Pemandangan dan suguhan adegan yang dipertontonkan kepada publik secara terbuka dan luas ini, merupakan pukulan yang sangat terasa menyakitkan. Sungguh merupakan tamparan telak ke wajah Indonesia sebagai bangsa yang dikenal berkarakter sebagai bangsa pejuang. Sementara yang disaksikan jutaan mata rakyat negeri ini adalah perilaku pecundang yang sangat menyesakkan dada dan menghimpit pikiran.
Melihat kenyataan ini, kita ingin bangsa ini kembali dapat menegakkan wajahnya menatap masa depan. Percepatan tindak penyelamatan partai Golkar sebagai aset nasional harus segera dilakukan oleh para pengurus partai berlambang beringin ini. Golkar sebagai partai yang mempunyai kesejarahan panjang, jangan sampai hancur berantakan hanya karena seorang ketua umumnya tersandung kasus hukum. Tanpa tindakan yang cepat dan tepat, akan sangat berdampak buruk dan mudah diprediksi bahwa Golkar akan mengalami penurunan perolehan suara yang bakal sangat signifikan pada Pemilu 2019 nanti.
Bersyukur, pada malam digelarnya persidangan Tipikor untuk mengadili terdakwa Setnov yang masih menjabat sebagai Ketua Umum Golkar, para pimpinan Partai Golkar segera mengadakan rapat terbatas. Hasil rapat melahirkan kemufakatan menunjuk Airlangga Hartarto sebagai kader yang diunggulkan dan dipercaya menggantikan Novanto. Walau belum definitif, tapi diprediksi melewati proses rapat pleno pimpinan Golkar dan Munaslub, pengukuhan Airlangga Hartanto sepertinya akan berjalan mulus karena dukungan dari daerah pun cukup meyakinkan.
Citra buruk akan melonjak drastis ketika saat Munaslub digelar, jika ternyata yang dipertontonkan kepada publik adalah adegan gontok-gontakan berebut kursi nomor satu di Golkar. Kubu Airlangga yang lebih merepresentasikan dukungan politik Golkar pro istana, bukan tidak mungkin mendapat ujian dari kubu Golkar pro Cendana yang menginginkan Titiek maju. Begitu juga perlawanan bisa datang dari kubu Golkar jalur reformasi di bawah komando Akbar Tanjung, maupun Golkar yang menempatkan penguasa hari ini bukan sahabat sejati.
Walau Airlangga telah mendapat lampu hijau, dalam politik semua masih bisa terjadi saat Munaslub digelar. Harap diingat, Golkar bukan seperti zaman Suharto dan juga bukan PDIP dan Partai Demokrat yang mempunyai figur pemimpin yang menentukan segalanya! Suasana egalitarian dalam Golkar sangat menonjol pasca lengsernya Pak Harto sebagai Ketua Dewan Pembina. Ditambah lagi bila sampai terjadi perang adu kuat modal dan lomba tebar uang politik transaksional dalam memilih ketua umum. Mengingat, masalah tebar uang membeli dukungan merupakan hal yang konon biasa terjadi di masa lalu.
Bila hal ini yang terjadi, kursi Golkar di DPR akan hilang banyak karena beberapa partai baru telah bersiap mencaploknya. Atau, partai tetangga yang akan menerima limpahan suara dari para kontituen Golkar yang kecewa.
Nah, akan mampukah Golkar bersatu dalam satu kubu, atau malah terberai membeku dalam kubu-kubu yang mewakili kepentingan kelompok masing-masing?
Segeralah gelar Munaslub, makin cepat makin baik, begitu kata JK!!
*) Erros Djarot adalah budayawan, seniman, politisi dan jurnalis senior - Tulisan ini dikutip sepenuhnya dari laman Watyutink.com
Advertisement