Mumpung Harga Mahal, Petani di Blitar Panen Cabai Hijau
Harga cabai mahal. Petani pilih panen dini. Purwanti misalnya, ia memetik cabai di lahannya yang terletak di kelurahan Kanigoro. Hasil panen tersebut langsung disetorkan ke pengepul dekat rumahnya. “Cabai dibeli seharga Rp 25.000 rupiah per kilogram,” kata Purwanti kepada Ngopibareng.id.
Selain Purwanti, mahalnya harga cabai rawit merah yang mencapai Rp75 ribu per kilogram juga dimanfaatkan oleh petani di sentra cabai rawit merah, Joko Nuryanto di Desa Birowo, Kecamatan Bunangun.
Dia juga melakukan panen dini. Cabai yang dipetiknya masih hijau. “Daripada nanti panen cabai rawit menunggu merah belum tentu harganya bisa mahal seperti sekarang,” ucap Joko Nuryanto.
Dia mengaku setiap minggunya menghasilkan 7 kg cabai merah, dan dibeli pengepul seharga Rp 75.000. Sedangkan cabai hijau dibeli seharga Rp 30.000. “Kalau pas musim panen sekali petik bisa mencapai satu kwintal,” ujar Joko Nuryanto.
Lantas, kenapa dia dan para petani cabai buru-buru panen dini? Selain harga cabai yang tinggi, alasan lainnya ia khawatir jika menunggu cabai merah malah rusak. “Musim hujan curah hujan tinggi, khawatir terjangkit penyakit patek atau kena jamur fusarium,” terangnya.
Selama ini, ungkap Sugeng, petani cabai lainnya mengaku, dirinya belum bisa menikmati mahalnya harga cabai. “Waktu harga cabai rawit mahal tetapi tanamaan cabai tidak bisa mmenghasilkan panen yang bagus, di musim hujan begini hasilnya kurang bagus,” beber dia.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan kerusakan pada sejumlah tanaman cabai. “Sejak mulai berbunga hampir tiap hari diguyur hujan. Sehingga tanaman cabai terserang penyakit patek pada buahnya tidak menghasilkan panen,’ sambung Sugeng.
Mahalnya harga cabai dipicu potensi cabe di wilayah pegunungan seperti di Binangun, Wates, dan Wonitirto belum panen. Sedangkan petani cabai rawit yang di dataran rendah banyak yang dirubah budidaya padi.
Sementara sentra cabai di wilayah Kecamatan Wonotirto seluas 500 Ha, berisi tanaman cabai besar dan kriting. Menurut Subagyo, cabai besar super dibeli seharga Rp20 ribu dan cabai kriting Rp30 ribu. “Petani cabai besar gagal panen karena curah hujan yang tinggi, akhirnya harus tanam ulang. Salah satunya kerena penyakit brekele, bingung bagaimana caranya mengatasi solusinya,” keluh dia.
Nuryono Dharul Yuhanda, SP, MMA Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Blitar mengatakan, produksi cabai tahun ini di wilayahnya agak menurun karena banyak yang terserang penyakit patek dan jamur fusarium pada bulan Januari dan Februari.
“Sentra cabai di wilayah Kecamatan Binangun, Wates, Panggung Rejo, dan Wonotirto memang belum panen raya. Sehingga harga cabai rawit ditingkat petani masih mahal,” terangnya.
Potensi tanaman cabai rawit di Blitar seluas 3.300 Ha, menurut Dharul, terpecah di beberapa kecamatan. “Yang sedang panen ada di Kecamatan Udanawu. Sedangkan sentra cabai rawit yang harganya lagi naik di Kecamatan Binangun 800 hektar, dan Kecamatan Wates 400 hektar, sisanya tersebar di beberapa kecamatan lainnya,” ujar dia.
Penurunan produksi cabai di Blitar salah satu penyebab harga cabai masih mahal, terlihat dari data produksi bulan Januari 2021 yang masih mancapai 43.981 kwintal, tidak sebandang pada tahun sebelumnya di mana produksi mencapai 80.050 kwintal.
“Sentra cabai di wilayah Kecamatan Panggungrejo, Binangun, dan Kecamatan Wates kemungkinan panen raya terjadi pada Maret dan April mendatang,” terang Dharul.
Advertisement