Muktamar NU dan Kecerdasan Pak Nuh Menyejukkan Muktamirin
Mengikuti agenda persidangan pleno penting di Muktamar ke-34 NU pada 22 hingga 24 Desember 2021 membuat muktamirin mengapresiasi dan memberi acungan jempol atas kecerdasan emosional (EQ) Prof. Dr. M. Nuh DEA saat memimpin sidang pleno tatib dan sidang tabulasi Ahwa. Kepiawaian memimpin sidang menunjukkan bahwa beliau mempunyai kemampuan sempurna untuk memahami, mengendalikan, dan mengevaluasi emosi peserta sidang.
Pujian itu antara lain disampaikan Ketua PWNU Jatim, Pengasuh Ponpes Annur 1 Bululawang Malang KH Fahrur Rozi, Jumat 24 Desember 2021.
Kemampuan M. Nuh untuk mengekspresikan dan mengendalikan emosi sangat penting dalam memimpin sidang, demikian juga kemampuan untuk memahami, menafsirkan, dan menanggapi emosi orang lain.
Bayangkan sebuah pleno yang dihadiri ribuan orang dan berlangsung keras, diwarnai hujan interupsi dan teriakan keras yang membuat sidang harus diskors puluhan kali. Penulis yakin tidak semua orang akan mampu sesabar itu menghadapi sekian banyak orang yang ngeyel tidak mau saling mengerti ketika orang lain bicara dan berebut microphone.
Para psikolog menyebut kemampuan ini sebagai kecerdasan emosional, dan beberapa ahli bahkan menyatakan bahwa kecerdasan itu lebih penting daripada IQ dalam keseluruhan kesuksesan dalam hidup.
Ketika poin pembahasan tentang keabsahan peserta sidang tatib misalnya, sekelompok pria maju bareng di sisi kanan dan kiri panggung, saling berdebat dan ada yang saling menudingkan jari sambil mengatakan ketidaksetujuannya pada pembahasan rapat pleno tersebut. Tapi Pak Nuh tetap tenang dan berulang kali menskors sidang sambil tetap tersenyum untuk mengendalikan situasi.
Ketika hujan interupsi semakin gencar beliau mendinginkan situasi dengan melakukan skors lalu turun panggung melakukan lobi kepada tokoh dua kandidat yang bersaing di arena. Situasi pun akhirnya terkendali dengan trik dia tunda di satu bagian yang disengketakan.
Sungguh tidak mudah untuk bisa memahamkan banyak orang. Biasanya Orang dengan EQ rendah akan suka berdebat tentang sesuatu yang remeh sementara menolak untuk mendengarkan apa yang orang lain katakan. Bahkan jika Anda memberi mereka bukti bahwa mereka salah, mereka akan berargumen bahwa fakta Anda yang salah.
Dalam sidang kadang ada orang yang merasa mereka harus selalu menang dengan segala cara dan merasa tidak mungkin untuk hanya "setuju untuk tidak setuju". Ketidakmampuan untuk mengatasi situasi bermuatan emosi dapat menjadikan sidang berakhir dengan baku hantam.
Penulis melihat kesabaran dan kecerdasan Pak Nuh patut diacungi jempol , dengan sangat ramah dan rendah hati beliau dapat mengolah dan membelokkan emosi peserta sidang sehingga mampu menyelesaikan rapat pleno tatib yang sangat alot sampai malam hari .
Selanjutnya dalam sidang tabulasi AHWA di UNILA tadi siang ( Kamis, 23/12) penulis memimpin delegasi para pimpinan wilayah NU untuk menjadi saksi perhitungan suara bag calon anggota Ahwa.
Ketika memasuki ruang rapat, sebelum dimulai penghitungan suara, penulis dengan berbicara kepada petugas persidangan agar menyetujui klausul untuk mengesampingkan usulan sejumlah PCNU yang dianggap bermasalah keabsahannya sesuai keputusan rapat pleno tatib.
Petugas persidangan yang masih berusia muda menolak dengan nada agak keras sehingga kita bersilang pendapat beberapa saat, lalu penulis berinisiatif menelepon panitia untuk memberikan penjelasan sesuai kesepakatan sidang pleno tatib sebelumnya.
Pihak panitia persidangan tetap bersikukuh menolak untuk memisahkan berkas usulan dari PCNU yang bermasalah, hingga hampir dua jam tidak ada titik temu karena saling ngotot. Padahal dalam rapat pleno sebelumnya sudah disepakati untuk di-pending dan di selesaikan di sidang abitrase secara terpisah .
Bersyukur kemudian Pak Nuh datang dan memberikan keputusan tepat sesuai keputusan pleno sehingga penghitungan rapat segera dimulai. Bahkan Pak Nuh memimpin sendiri proses awal pembukaan kotak suara dengan sangat santun dan melegakan semua pihak, sampai penulis berkelakar “Masak untuk buka kotak suara saja perlu bantuan Profesor Nuh“.
Alhamdulillah, segera kemudian rapat tabulasi rekap suara Ahwa dimulai dan berlangsung lebih cepat dari waktu yang diperkirakan. Menghasilkan data yang valid secara manual.
Usai penghitungan manual, ada sedikit masalah karena panitia sidang telat menyiapkan semua form berita acara, para saksi harus sabar karena lama sekali menunggu untuk bertanda tangan sampai Paspampres datang mengosongkan ruang sidang. Penulis pun keukeuh bertahan di dalam ruangan tidak mau keluar karena bermaksud menjaga agar pengetikan tabulasi sesuai data.
Sampai sidang dibuka kembali, data tetap belum tersedia secara fisik sehingga perlu skors lagi dan menunggu. Karena dirasa terlalu lama, maka Pak Nuh kemudian meminta segera ditampilkan di layar saja, eh lagi-lagi panitia agak berbelit, tidak langsung kepada data akhir
Penulis sudah berdiri siap meminta interupsi, sekilas Pak Nuh menoleh dan langsung meminta data akhir yang sesuai dengan rekap yang penulis kirim ke Whatsapp beliau dan keluarlah data yang dimaksud sesuai rekap saksi. Semua peserta sidang pun menjadi puas dan merasa senang.
"Matur nuwun Pak Nuh, semoga bapak panjang umur, senantiasa diberi kesehatan dan kekuatan untuk terus berkhidmat di NU," kata Gus Fahrur.
Prof. Dr. Ir. K.H. Mohammad Nuh, DEA (lahir 17 Juni 1959) adalah Menteri Pendidikan Nasional Indonesia sejak 22 Oktober 2009 hingga 20 Oktober 2014. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (2007–2009) dan rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya periode tahun 2003–2006.
Setelah turun dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan Nasional, ia kembali mengajar di Jurusan Teknik Elektro dan Teknik Biomedik, kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.[1]
Biodata
Nama: Prof.Dr.Ir. Mohammad NUH, DEA
pendidikan: S1: ITS, Sistem Pengaturan-Teknik Elektro (1978-1983)
S2: USTL Montpellier Perancis, Signaux et System (1986-1987)
S3: USTL Montpellier Perancis, Sistem Biomedika (1988-1990)
Pernah menjabat Menkominfo dalam kabinet SBY JK di periode pertama dan Mendikbud pada periode ke dua Pemerintahan SBY - Budiono.