Mukimin Indonesia Pendorong Kursi Roda Ilegal di Masjidil Haram
Kasus penggunaan jasa dorong kursi roda ilegal kembali menimpa jemaah haji asal Indonesia. Kali ini korbannya adalah dua orang lansia dari kloter 61 embarkasi LOP (Lombok). Pelaku jasa dorong kursi ilegal ternyata mukimin (orang Indonesia tinggal di Arab Saudi) tersebut diamankan petugas keamanan Masjidil Haram.
Petugas Pelayanan Lansia Sektor Khusus Masjidil Ihram, Dwitama Heryadi mengatakan, peristiwa itu terjadi di lantai dua tempat pelaksanaan sai. "Awalnya mereka (lansia) didorong oleh mukimin suami istri. Tapi, digantikan pendorong resmi (karena pendorong sebelumnya diamankan petugas), dan setelah selesai mendatangi kami minta uang jasa," kata Dwitama menceritakan kejadian tersebut.
Dwitama menegaskan, penggunaan jasa kursi dorong ilegal sebenarnya sudah mulai berkurang sejak terbitnya edaran agar jemaah menggunakan jasa resmi yang disediakan masjidil haram. Biasanya, jasa pendorong ilegal tersebut sudah memiliki koneksi dengan KBIHU (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh) baik secara langsung atau melalui kenalan.
Mukimin asal Cirebon Abdullah Salmin yang tahun ini menjadi petugas haji tak menampik adanya warga Indonesia di Arab Saudi yang menjadi tenaga jasa dorong kursi roda ilegal di Masjidil Haram. Dikatakan Salmin, pekerjaan itu sebenarnya tidak hanya terjadi di musim haji, tapi juga saat umrah.
"Bedanya, kalau umrah risiko tidak tertangkap petugas 50% sedangkan di musim haji tinggal 30%," kata Salmin.
Menurut Salmin, pendapatan menjadi pendorong kursi roda terbilang menggiurkan. Untuk musim haji seperti ini, mereka bisa mendapatan 300 riyal untuk thawaf dan sai. Dalam satu hari jika fisik memungkinkan mereka bisa melakukan dua atau tiga kali. Tapi, lanjut Salmin, risikonya juga besar. Jika tertangkap aparat keamanan, pelaku bisa langsung dideportasi ke negara asal, dalam hal ini Indonesia.
Tindakan deportasi itu dilakukan karena pelaku dianggap melanggar izin kerja di Arab Saudi. Deportasi juga bisa terjadi jika pelaku ternyata tidak memiliki izin tinggal atau sudah habis. "Di indentitas kita sudah ada keterangan dari profesi yang kita jalani. Jika, ternyata kita melakukan apa yang tidak sesuai dengan identitas kita, risiko deportasi. Ada juga karena mereka tidak memiliki izin tinggal atau overstay," tambah pria yang sudah 13 tahun menetap di Makkah tersebut.
Praktik ini tidak bisa 100% dicegah karena pemberi jasa pendorong kursi roda ini biasanya telah memiliki kenalan dari KBIHU yang terjalin dalam pelaksanaan ibadah umrah. Sehingga, beberapa KBIHU ada yang melakukan komunikasi langsung dengan pelaku untuk melakukan pendorongan terhadap jamaah mereka.
Cara lain, pelaku aktif melakukan pendekatan door to door ke hotel. Mereka datang ke hotel jemaah dan melakukan pemantauan secara langsung kira-kira siapa yang membutuhkan bantuan. Setelah itu, mereka akan mencari waktu terbaik untuk melakukan komunikasi. Selanjutnya, setelah deal, pemberi jasa akan menjemput ke hotel menuju masjidil haram dan jika "selamat" mengembalikan jemaah ke hotel.
"Berbeda dengan pemberi jasa pendorong kursi roda legal. Biasanya mereka menunggu di tempat jemaah turun dari bus dan mengembalikan ke tempat terminal bus. "Mereka yang menjadi pendorong kursi roda legal adalah penduduk asli yang mendapat penugasan dari pengurus Masjidil Haram," ujar Salmin.
Sebelumnya, Kepala Daerah Kerja (Daker) Makkah Khalilurrahman mengatakan, ada sewa kursi roda dan skuter di Masjidil Haram. Khalilurrahman mengimbau, jemaah yang membutuhkan kursi roda saat akan tawaf dan atau sa’i, untuk menggunakan jasa resmi yang disediakan petugas Masjidil Haram. Mereka mengenakan seragam rompi dan beroperasi di areal Masjidil Haram.
Advertisement