Mujahadah vs Serakah, Renungan soal Waktu pada Bulan Ramadan
Hari-hari bulan Ramadan adalah hari-hari penuh semangat untuk meningkatkan ibadah. Meski ada kalanya ada sikap menunggu waktu yang tepat, hingga akhir bulan Puasa.
Dalam memanfaatkan waktu, ada pesan-pesan khusus yang patut diperhatikan bagi setiap Muslim. Terutama tidak mudah untuk menunda-nunda saat untuk menjalankan amal kebaikan.
Dari Ibnu Abbas Rha telah berkata bahwa Rasulullah SAW pernah memperingatkan:
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ، وَاْلفَرَاغُ
“Dua nikmat (karunia Allah Ta'ala) yang seringkali kebanyakan manusia tertipu (karena menyia-nyiakannya) yaitu nikmat sehat dan nikmat kelapangan masa”.
Riwayat Imam Bukhari, at-Tarmizi dan Ibnu Majah
Lima Penjelasan Hadits
1. Al ‘Allamah Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari dalam kitabnya Al-Hikam menyifatkan tabiat suka bertangguh, menunda-nunda (karna merasa masih sehat dan punya waktu yang lapang) adalah tanda kebodohan seseorang.
إِحَالَتَكَ اْلأَعْمَال عَلى وُجُوْدِ اْلفَرَاغِ مِنْ رُعُوْناَتَ النَّفْسِ
“Menunda atau menangguh amal perbuatan (kebaikan) karena menantikan kesempatan yang lebih baik merupakan suatu tanda kebodohan yang mempengaruhi jiwa”.
2. Menyia-menyiakan kesempatan sehat dan lapang waktu ini menjadikan kita terperangkap dalam kerugian. Segalanya didorong oleh kemauan nafsu yang gagal dikendali.
3. Jadikan Madrasah Ramadan ini sebagai turning point untuk kita bermujahadah. Latih dan bina diri dengan mengekang nafsu dan pastikan diri kita tidak menjadi selalu menuruti nafsu serakah.
4. Seorang Muslim mesti bijak manafaatkan nikmat karunia Allah SWT. Justru ia tanda syukur kepada Allah. Tunaikan kewajipan sebagai hamba-Nya dalam masa yang sama. Jangan amalkan sikap suka bertangguh (atau menunda-nunda kesempatan).
5. Imam Hasan Al-Banna Rahimahullah dalam Risalah Hadis Thulasa’, pernah menjelaskan bahwa kita diperintah supaya mengguna dan membahagikan masa (kesempatan sehat dan lapang yang dimiliki) kepada empat (4) tujuan:
a) tujuan agama ialah taat dan patuh pada perintah Allah SWT mendahulukan perkara wajib dan sunat.
b) tujuan mencari rezeki yang halal guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarga.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ أَمْسَى كَالاً مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ
"Siapa yang berpetang dalam keadaan penat karena bekerja/berusaha dengan tangan sendiri maka ia berpetang dalam keadaan dikaruniai ampunan baginya"
Riwayat Imam at-Thabrani. (Menurut Imam As Suyuti, hadis ini dhaif.)
c) tujuan berkhidmat, kepada manusia dengan melakukan kebajikan dan perkara yang bermanafaat.
Dari Ibn Umar Rahimahullah, bahawa Rasulullah SAW telah bersabda:
المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ القِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Seorang Muslim adalah saudara terhadap Muslim (yang lain), dia tidak boleh menganiaya dan tidak akan dianiaya oleh orang lain.
Barang siapa yang melaksanakan hajat (keperluan) saudaranya, maka Allah SWT akan melaksanakan hajatnya. Barangsiapa yang melapangkan kesusahan seseorang Muslim, maka Allah SWT akan melapangkan kesusahannya pada hari kiamat.
Barangsiapa yang menutupi aib seseorang Muslim, maka Allah SWT akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (Riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).
d) tujuan mengistirahatkan badan.
Sabda Nabi SAW:
فَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
"Sesungguhnya badan kamu mempunyai hak ke atas kamu" (Riwayat Imam al Bukhari dan Muslim).
Demikian tausiyah bersama Ust Nasrudin bin Hassan at Tantawi, Penasihat Pondok Pengajian Turath Amanullah Sungai Choh Selangor, Malaysia.
Doa Hari ke-11 Puasa Ramadan
اَللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيَّ فِيْهِ الْإِحْسَانَ وَ كَرِّهْ إِلَيَّ فِيْهِ الْفُسُوْقَ وَ الْعِصْيَانَ وَ حَرِّمْ عَلَيَّ فِيْهِ السَّخَطَ وَ النِّيْرَانَ بِعَوْنِكَ يَا غِيَاثَ الْمُسْتَغِيْثِيْنَ
Allâhumma habbib ilayya fîhil ihsan wa karrih fîhil fusûq wal ‘isyân wa harrim ‘alayya fîhis sakhatha wannîrân bi’aunika yâ ghiyâtsal mustaghîtsîn
Artinya:
Ya Allah! Mohon tanamkanlah ke dalam diriku kecintaan kepada perbuatan baik, dan tanamkanlah ke dalam diriku kebencian terhadap kemaksiatan dan kefasikan. Mohon jauhkanlah dariku kemurkaan-MU dan api neraka dengan pertolongan-MU, Wahai Penolong orang-orang yang meminta pertolongan
Fadilah Shalat Tarawih malam ke-12
وفى ليلة الثانية عشرة جاء يوم القيامة ووجهه كالقمر ليلة البدر
Dan pada malam keduabelas, kelak wajahnya bercahaya seperti bulan purnama di hari kiyamat
*) Disadur dari Kitab Durratun Nashihin, karya Syekh Usman bin Hasan bin Ahmad, ulama' besar bermadzhab Hanafi, hlm 18.