MUI: Tidak Ada Dikotomi Dai Pelat Merah dan Dai Umat
Ketua Majelis Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Cholil Nafis mengatakan, program standardisasi dai yang diadakan MUI bukan untuk mendikotomi dai plat merah maupun dai umat.
"Saya sedikit mengulang yang pernah saya sampaikan, bahwa tidak ada pembatasan, tidak ada pemilahan dai pemerintah atau dai masyarakat. Ini adalah dainya umat Islam. Tidak ada pembatasan apa yang mau disampaikan, silakan explore diri masing-masing," ujar Cholil saat dihubungi Ngopibareng.id, Selasa 3 November 2019.
Cholil mengatakan ada tiga hal pokok yang menjadi acuan bagi dai dalam melakukan dakwah, yaitu sesuai dengan ajaran Nabi, menjaga NKRI, dan merawat hubungan antar-umat Islam. Sementara itu, MUI juga memberikan kerangka acuan kerja atau TOR.
"Hanya batasan ada tiga, ahlussunnah wal jamaah, NKRI, dan metode yang menjaga uhkuwah islamiyah. Oleh karena itu, ini MUI akan menyampaikan soal Islam Wasathi (Wadah Silaturahim Khatib Indonesia) yang menjadi pokok dari TOR bersama," ujarnya.
Cholil juga berpesan kepada dai supaya berlaku adil dalam menyampaikan materi ceramah. Jangan sampai ceramah agama itu dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"Ayuk kita Wasathi, kita itu menjadi adil, jangan sampai karena benci kita tidak adil. Karena kebencian apa yang dikatakan itu salah. Tapi sebaliknya jangan sampai karena senang, semua yang disampaikan itu tidak pernah salah. Kita harusnya kembali pada objektivitas dan adil," ucapnya.
"Yang benar kita dukung, yang salah harus kita kritik. Jangan sampai semuanya bagian dari pemerintah kita tolak, atau semuanya di pemerintahan kita terima. Di kelompok kita juga begitu, yang dari kelompok kita, kita terima semua, dari kelompok lain salah semua. Kita ingin di MUI ini berbaur semuanya karena apa? karena kita satu syahadat dan satu arah kiblat," imbuhnya.
Cholil mengatakan, saat ini kendala yang tengah dihadapi dalam dakwah adalah perbedaan pemahaman, sehingga program standardisasi dai diharapkan dapat mengurangi perbedaan itu demi menjaga persatuan bangsa.
"Kenapa masyarakat masih sulit bersatu, padahal sama-sama ingin dakwah. Untuk akhir-akhir ini sering kali direpotkan di internal, karena paham keagamaan yang berbeda. MUI ingin mengajak perbedaan diminimalisir," kata Nafis.
KH Nur Muhammad Iskandar berpandangan, kualitas dai bukan pada dai plat merah atau dai umat, tapi seberapa luas penguasaan ilmu agamanya. "Sekarang kan banyak dai dadakan yang hanya mengandalkan pada ketenaran, bukan ilmu agamanya. Ini yang berbahaya," kata Pimpinan Pondok Pesantren Assiddiqiyah, Kedoya Kebun Jeruk, Jakarta.
Advertisement