Ditemukan Ketidaklaziman dalam Pengajuan RUU BPIP
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menemukan ketidaklaziman dalam Pengajuan Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dari pemerintah kepada DPR. Jika RUU BPIP yang diusulkan bukan merupakan pengganti RUU HIP, pemerintah harus mengikuti prosedur yang berlaku.
Melalui surat edaran berisi Pandangan dan Sikap MUI tentang RUU HIP dan BPIP, Sekjen MUI Anwar Abbas menyampaikan ketidaklaziman tersebut terkait dengan status RUU BPIP yang diajukan oleh pemerintah setelah proses pengajuan RUU HIP atas inisiatif DPR.
Semestinya, pengajuannya dilakukan dalam Rapat Kerja antara DPR dan Pemerintah.
"Jika Presiden mengajukan RUU BPIP sebagai usulan baru, maka wajib melakukan penarikan RUU HIP dari proses pembahasan, mencabutnya dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan memasukkan RUU BPIP itu ke dalam perubahan Prolegnas,” ujar Sekjen MUI secara tertulis diterima Ngopibareng.id Kamis 27 Agustus 2020.
Anwar menambahkan, ketika Pemerintah dan DPR menjadikan RUU BPIP sebagai RUU di luar Prolegnas, maka wajib merujuk dan melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012.
Bunyi pasal tersebut;
Dalam keaadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas mencakup:
a) untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam: dan
b). Untuk megatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan urgensi nasional atau suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislatif dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum.
“Jika RUU BPIP yang diusulkan Pemerintah bukan merupakan pengganti RUU HIP namun sesuatu yang baru, harus mengikuti prosedur pembentukan RUU sebagai usul Pemerintah yang wajib berdasarkan pada prosedur dan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai ditentukan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perautran Perundang-undangan serta Peraturan Tata Tertib DPR RI agar tidak cacat hukum,” tutur Anwar Abas.
Karena itu, untuk menjamin kepastian dan akuntabilitas pembentukan peraturan perundang-undangan, serta partisipasi aktif masyarakat, dia meminta pemerintah menjelaskan status RUU BPIP itu.
“Dalam Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011, maka wajib adanya kejelasan informasi dari Pemerintah yang sudah mengirimkan Surpres ke DPR apakah RUU BPIP sebagai DIM untuk membahas RUU HIP atau RUU usul baru Presiden,” kata Sekjen MUI
Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya, pada 16 Juli 2020, menyerahkan draft RUU BPIP kepada Ketua DPR. Belum terpublikasikanya Surat Presiden atas RUU HIP sampai saat ini, membuat status draft RUU BPIP itu rancu, apakah RUU BPIP itu usulan baru atau lampiran Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Surat Presiden terhadap RUU HIP.
Advertisement