MUI Tak Boleh Abai Terhadap Psikologi Politik Umat Islam
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) , H. Arif Fahrudin, M.Ag menekankan agar MUI tidak mengabaikan psikologi umat Islam.
"Hubungan MUI dengan ukhuwah politik terbingkai dalam tiga cluster, yaitu hubungan antara MUI dengan kontekstasi kekuasaan, hubungan antara MUI dengan politik keumatan dan hubungan politik MUI dengan strategi keagamaan," tuturnya.
Hal tersebut disampaikan pada saat memberi sambutan dalam acara sarasehan “Kode Etik Ukhuwah Islam dalam Bidang Politik” yang diselenggarakan Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia, Rabu 30 Maret 2022.
Menurutnya, MUI tidak terlibat secara langsung dalam praktik perpolitikan, akan tetapi MUI memiliki panggilan keagamaan, panggilan keumatan dan juga panggilan kebangsaan.
“Bagi saya Majelis Ulama Indonesia tidak boleh abai dengan masalah politik. Justru wajib hukumnya untuk melek politik,” ujar Arif Fahrudin saat menyampaikan materi tentang Peran dan Revitalisasi Ukhuwah Islamiyah dalam bidang Politik.
Kepentingan dan Kepemimpinan
Lebih lanjut, Arif menguraikan, MUI memiliki dua hal kepentingan terhadap kepemimpinan yang jalannya adalah kontestasi.
Pertama, untuk menjaga keberlangsungan agama agar dipastikan religiusitas tetap tegak berdiri dengan baik, difasilitasi oleh negara, tidak disia – siakan oleh negara.
Kedua, adalah urusan kenegaraan, kesejahteraan, kemakmuran sudah terjaga.
Menurut Arif, MUI sebagai tenda besar umat Islam, tidak boleh terjun langsung dalam politik praktis, baik secara kelembagaan maupun pengurusnya. Namun, MUI boleh terlibat dalam politik moral, politik keumatan dan psikologi politik.
“Meskipun MUI tidak berpolitik praktis, tetapi MUI tidak boleh abai terhadap psikologi politik umat Islam,” demikian Arif memberi penekanan.
Selanjutnya, ia menegaskan, MUI tidak boleh terkooptasi oleh satu parpol tertentu. Ia menekankan, MUI harus terbuka kepada semua aktivis politik dari parpol mana pun selama aktivis parpol tersebut berkomitmen pada ukhuwah Islamiyah, insaniah dan wathoniyah.
Advertisement