MUI Soal Saf Salat Kampanye Akbar Prabowo-Sandi yang Bercampur
Foto-foto dan video saf (barisan) salat Subuh yang terlihat bercampur antara laki-laki dan perempuan dalam kampanye akbar Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), pada Minggu 7 April 2019, masih ramai dibahas di media sosial.
Massa yang diklaim berjumlah 1 juta oleh panitia kampanye akbar itu, membuat saf salat bercampur antara jemaah laki-laki dan perempuan.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yuhanar Ilyas menilai bercampurnya saf perempuan dan laki-laki tak perlu dipermasalahkan jika dalam keadaan darurat.
"Pemandangan seperti itu akan jamak ditemui di area Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Enggak masalah, namanya juga darurat, kalau kita pergi ke Makkah, Anda akan lihat itu," ujar Yuhanar.
"Susah, kan, mengatur, Masjidil Haram, kan, keliling tuh, susah mengatur walaupun sudah diatur oleh banyak petugas. Kadang enggak bisa, perempuan di depan, laki-laki di belakang, kadang satu baris bisa campur, kalau darurat, ya, enggak apa-apa," sambungnya.
Yuhanar menegaskan hal itu hanya bisa ditolerir untuk keadaan darurat. Sementara untuk keadaan normal di dalam masjid, hukum mengatur saf adalah wajib. "Keadaan normal, safnya kalau laki-laki laki di depan, perempuan di belakang. Tapi kalau di lapangan, sulit itu mungkin mengaturnya, apalagi begitu banyak orang. Misalkan orang salat harus berdiri, tapi kalau enggak sanggup berdiri, boleh duduk. Kalau enggak sanggup duduk, boleh berbaring. Lalu kalau pakaian kotor enggak bisa diganti, pakaian kotor (saat salat) saja juga boleh. Jadi dalam keadaan darurat itu semua yang keadaan dilarang itu dibolehkan," ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS sekaligus timses Prabowo-Sandi, Hidayat Nur Wahid, juga sudah menjelaskan saf salat sebelumnya sudah diatur oleh panitia.
"Saya tidak lihat persis karena saya ada di depan. Dan semua saf sudah diatur oleh panitia," ujarnya.
Hidayat menduga jemaah yang safnya bercampur itu terjadi lantaran sejak awal mereka tidak tergabung dalam saf. Seharusnya, kata dia, jemaah bisa menyesuaikan diri dengan aturan panitia dan ketetuan umum yang sudah berlaku.
"Itu kan kejadiannya kemungkinan ya, orang-orang yang sudah duduk-duduk di kursi itu mereka enggak bisa ke tempat saf. Atau mereka telanjur di situ kemudian di situ sudah penuh, mungkin kondisinya semacam itu," ungkap dia.