MUI Sebut Aktivitas Buzzer Haram Hukumnya
Majelis Ulama Indonesia memandang ada yang kebablasan dalam bermuamalah di media sosial. Media sosial telah dimanfaatkan untuk mengujar kebencian, menebar berita hoax dan melakukan pembunuhan karakter terhadap orang atau kelompok lain yang alam pikirannya berseberangan dengannya.
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh saat dihubungi Ngopibareng.id Sabtu 13 Februari 2021 mengatakan, MUI merasa perlu mengingatkan kembali mengenai fatwa MUI tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui medsos.
Dalam fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tersebut, membahas mengenai hukum aktivitas buzzer. Ada beberapa poin dalam ketentuan hukum yang diatur dalam fatwa tersebut.
Antara lain memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan atau khalayak hukumnya haram.
"Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar’i," katanya.
Lanjut Niam, memproduksi dan atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak hukumnya haram.
"Menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram," katanya.
Lanjut Niam, aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenisnya sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram.
Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.
Bagian ketiga, juga diatur mengenai pedoman pembuatan konten. Tidak boleh menjadikan penyediaan konten/informasi yang berisi tentang hoax, aib, ujaran kebencian, gosip, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi atau kelompok sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, seperti profesi buzzer yang mencari keutungan dari kegiatan terlarang tersebut.
Niam mengatakan, MUI memandang perlu mengingatkan fatwa tersebut setelah menangkap keresahaan masyarakat atas pemberitaan di media sosial yang tidak lagi memperhatikan nilai nilai kearifan dan tatakrama berkomunikasi dengan menggunakan sarana publik. Yang penting dia bisa melampiaskan syahwat emosinya.
"MUI mempunyai tanggung hawab moral memediasi keresahan masyarakat terkait dengan kegaduhan melalui konten di media sosial," kata Niam.
Niam menambahkan, MUI menghormati kebebasan menyampaikan pendapat. Tapi kebebasan itu harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral keberadaban, sebagai bangsa religi yang memiliki falsafah Pancasila.
Advertisement