MUI Imbau Masyarakat Rayakan Tahun Baru dengan Acara Keagamaan
Pergantian tahun atau tahun baru biasanya erat dengan perayaan yang meriah. Seperti halnya pesta kembang api, konser musik hingga parade mengelilingi kota.
Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengimbau agar masyarakat tak merayakan pergantian tahun dengan membuat acara yang berlebihan alias hura-hura.
“Pergantian tahun baru disambut dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak berhura-hura,” kata Anwar di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis 26 Desember 2019, dikutip dari Antaranews.com.
Anwar malah mengajak masyarakat dalam merayakan malam tahun baru dengan menggelar acara yang berarti dan bermakna.
Seperti halnya menggelar kegiatan yang bernuansa keagamaan. Sehingga menurutnya acara tersebut akan memberikan dampak positif bagi semua pihak.
“Oleh karena itu saya sangat mendukung kalau tahun baru itu diisi dengan kegiatan-kegiatan keagamaan,” tutur Anwar.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai cuaca ekstrem. Salah satunya ancaman terjangan angin puting beliung.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta masyarakat waspada dengan adanya potensi angin puting beliung, caranya lebih mengenali tanda-tanda kemunculannya.
Dia menyatakan ada lima tanda yang bisa dikenali masyarakat terkait bakal datangnya angin puting beliung.
"Satu hari sebelumnya udara pada malam hingga pagi hari terasa panas dan gerah," ungkap Dwikorita dalam keterangannya.
Kedua, lanjut dia, pada pagi hari terlihat tumbuh awan kumulus. Di antara awan tersebut terlihat satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya berwarna abu-abu dan menjulang tinggi seperti bunga kol.
Dwikorita juga menjelaskan proses waktu dan terjadinya angin puting beliung. Berdasarkan proses, sambung dia, angin puting beliung pasti muncul di darat, bukan di laut.
Angin ini muncul berasal dari awan kumulus dengan kecepatan 30-40 atau 50 knots.
Lama waktu kejadian berlangsung selama 3 menit maksimal 5 menit. Dengan jangkauan daerah yang rusak 5 hingga 10 kilometer.
Ia menambahkan dari segi waktu, angin puting beliung biasa terjadi ketika pancaroba. Baik peralihan dari musim hujan ke kemarau atau sebaliknya.
Menurut Dwikorita, angin puting beliung tidak memiliki siklus dan sangat jarang terjadi susulan di lokasi yang sama.
"Antisipasinya pohon yang rimbun dan tinggi serta rapuh untuk ditebang dahan-dahannya agar mengurangi beban. Atap rumah yang sudah rapuh diperkuat, dan cepat berlindung dari lokasi kejadian," tutupnya.
Advertisement