MUI Dukung Penutupan 2 Hiburan Malam
Langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Probolinggo untuk tidak memperpanjang izin operasional dua tempat hiburan malam mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat. Ketua MUI Kota Probolinggo, KH Nizar Irsyad menilai, keberadaan tempat hiburan malam (karaoke) lebih banyak keburukan (madlorot)-nya ketimbang manfaatnya.
“Syukur alhamdulillah, Pemkot Probolinggo akhirnya menutup dua tempat karaoke di Kota Probolinggo. Keberadaan tempat hiburan malam cukup meresahkan sebagian warga Kota Probolinggo,” kata KH Nizar, Senin, 8 Juli 2019.
Keberadaan tempat hiburan malam, kata KH Nizar, sering menjadi ajang mesum dan minuman keras (miras). “Tempat karaoke yang tertutup gampang menjadi tempat maksiat karena sulit diawasi,” ujarnya.
Sebenarnya, warga Kota Probolinggo menyalurkan hobi dengan menyanyi (karaoke) tidak ada masalah. “Karena itu kalau pun karaoke dinilai masih diperlukan sebaiknya dibuat terbuka mirip warung kopi,” ujar KH Nizar.
Diakui penutupan dua tempat karaoke di Jalan dr Soetomo dan Jalan Suroyo, Kota Probolinggo menimbulkan pemutusan hubungan kerja bagi para pemandu lagu yang biasa disebut “purel”. Karena itu faktor ekonomi dan sosial perlu dipertimbangkan oleh Pemkot terkait pasca penutupan dua tempat hiburan malam itu.
“Mungkin bisa ada solusi, bagi para pemandu lagu asal Kota Probolinggo dicarikan lapangan kerja biar tidak menganggur,” kata KH Nizar.
Penutupan dua tempat hiburan malam juga ditanggapi sejumlah anggota DPRD Kota Probolinggo. “Sebagai kota transit, Probolinggo masih memerlukan tempat hiburan malam. Dan tempat hiburan malam itu banyak, ya yang mengandung budaya, seni tradisional,” kata Ketua DPRD, Agus Rudianto Ghafur.
Tolok ukur tempat hiburan malam itu sudah baik atau belum, kata Rudi, bisa diukur dengan Peraturan Daerah (Perda). “Sesuai Perda, tempat hiburan malam tidak boleh melanggar norma agama, hukum, hingga adat istiadat,” kata politisi PDI Perjuangan itu.
Perda bahkan mengatur lokasi tempat hiburan harus berjauhan dengan kawasan pendidikan (sekolah) dan rumah ibadah. “Jika dilanggar, tentu ada sanksinya. Sanksi bisa berupa teguran lisan, teguran tertulis, hingga pemberhentian izin sementara, hingga penutupan,” ujar Rudi.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD, Mukhlas Kurniawan mengatakan, legislatif akan mengkaji kebijakan Pemkot Probolinggo yang menutup dua tempat hiburan malam. “Kami akan kaji dulu alasan tidak diperpanjangnya izin operasional dua tempat karaoke itu,” kata politisi Partai Golkar itu.
Seperti diketahui, sejak Minggu, 7 Juli 2019, Pemkot Probolinggo menutup dua tempat karaoke yakni, Pop City di Jalan dr Soetomo dan 888 di Jalan Suroyo. Penutupan itu dengan alasan izin operasional kedua tempat hiburan itu tidak diperpanjang lagi.
Izin operasional Pop City telah berakhir pada 6 Juli 2019 dan tidak diperpanjang oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP). Sementara tempat karaoke 888, yang lebih dulu berakhir izinnya pada November 2018 lalu. (isa)