Muhibah Budaya Jalur Rempah di Sabang, Nostalgia KRI Dewaruci 60 Tahun Lalu
Sekitar 60 tahun lalu, Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci hadir untuk pertama kalinya di perairan Nusantara. Kala itu, KRI Dewaruci singgah di Sabang dalam rangka pelayaran keliling dunia untuk pertama kalinya.
Kini, sejarah kembali terulang di mana KRI yang memiliki tiga tiang utama, 16 layar, dan memiliki panjang 58,30 meter dan lebar 9,5 meter itu kembali menyambangi perairan Aceh, tepatnya di Pelabuhan CT-1 Kota Sabang.
Penjabat (Pj.) Walikota Sabang, Reza Fahlevi menyampaikan, momentum ini menjadi pengingat generasi muda bahwa Indonesia memiliki peran penting dalam perdagangan rempah di masa lalu.
Salah satu titik pentingnya adalah Sabang yang berperan dalam perdagangan cengkeh dan rempah-rempah lain yang menjadi komoditi utama dan menambah khazanah perdagangan rempah di masa itu.
Kota Sabang, lanjut Fahlevi, memiliki sejarah yang erat dengan Jalur Rempah di mana wilayah ini menjadi salah satu pelabuhan penting di Jalur Rempah yang menghubungkan Indonesia dengan Eropa dan Asia.
Sabang juga pernah menjadi pusat karantina haji, tempat persinggahan kapal-kapal dari berbagai negara untuk mengisi bahan bakar, persediaan air dan makanan, serta berdagang.
“Hari ini Dermaga CT-1 merupakan saksi sejarah di mana Teluk Sabang menjadi saksi kejayaan Kota Sabang di masa lalu. Merujuk dari berbagai literasi, di sini dulunya begitu banyak kapal yang singgah. Selain itu, ada aktivitas perdagangan yang membawa dampak luar biasa pada masanya untuk kemajuan perekonomian di Sabang,” tutur Reza dalam upacara penyambutan di Kota Sabang, Senin 24 Juni 2024.
Jalur Rempah di Sabang tidak hanya bercerita tentang perdagangan, tetapi juga aktivitas pertukaran budaya dan peradaban. Melalui Jalur Rempah, berbagai budaya dan tradisi dari bangsa-bangsa saling bertemu dan berakulturasi.
“Jadi tidak heran, jika kita lihat saat ini Kota Sabang begitu heterogen di mana berbagai suku ada di sini. Kota ini adalah kota yang kosmopolit, terbuka, kota yang disinggahi oleh berbagai suku bangsa,” urai Fahlevi.
Selanjutnya, dari sisi geografis, Kota Sabang sangat strategis karena sangat dekat dengan Puket dan Langkawi serta berada di jalur perairan internasional. Hampir 100 ribu kapal yang melintas setiap tahun di perairan Sabang ini. “Ini adalah sesuatu yang menjadi kekuatan dan keunggulan,” tambahnya.
Direktur Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan, Irini Dewi Wanti mengatakan, “Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menyebarluaskan informasi tentang potensi kekayaan kita tentang Jalur Rempah, saya harap ini menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara Adidaya Budaya dengan seluruh potensi yang terus dilestarikan hingga ke mancanegara.”
Menurutnya, Muhibah Budaya Jalur Rempah (MBJR) menjadi salah satu sarana untuk berbagi informasi perdagangan rempah dan budaya Nusantara. Para Laskar Rempah (sebutan bagi para peserta) yang berjumlah 75 orang, akan melakukan berbagai kegiatan di titik persinggahan dan khusus tahun ini salah satu titiknya adalah Malaka (Malaysia).
“Ini dilakukan juga dalam rangka mendukung Jalur Rempah sebagai salah satu jalur pelayaran dunia di mana ke depannya kita akan menominasikan Jalur Rempah sebagai Tentative Lists UNESCO,” ujarnya optimistis.
Pada kesempatan ini, Direktur Irini juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak seperti Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Danlanal), Pemerintah Daerah Kota Sabang dan seluruh masyarakat Kota Sabang yang telah menyambut KRI Dewaruci dan Laskar Rempah dengan penuh antusias.
Kolonel Laut (P) Gita Muharram, menyebut bahwa pelayaran KRI Dewaruci melalui titik-titik Jalur Rempah mengandung sejarah budaya, historis, dan peradaban yang penting bagi simbol hubungan antar daerah.
Kegiatan MBJR Tahun 2024 memberi kesempatan kepada 75 Laskar Rempah terpilih untuk menjelajahi tujuh kearifan lokal di tiap lokasi yang sarat akan berbagai kekayaan budaya.
Menurutnya, kegiatan ini akan mengingatkan generasi muda pada masa kejayaan dan peristiwa masa lalu yang ada di Kota Sabang dalam aktivitas perdagangan rempah-rempah. Jalur Rempah inilah yang menjadi perhatian negara barat terhadap Indonesia. Oleh karena itu, ia berharap MBJR menjadi wahana untuk mengaktifkan kembali Jalur Rempah yang dahulu pernah ada. Selain itu juga menghubungkan titik-titik rempah dan mempererat budaya antarwilayah.
“Semoga ke depan akan banyak program yang bisa menjayakan Kota Sabang seperti dulu,” ucapnya seraya mengucapkan selamat datang kepada para peserta.