Khawatir RI Tak Bisa Bayar Utang, Muhammadiyah: Tiga Masalah
Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengungkapkan, kekhawatiran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kemampuan pemerintah membayar utang yang menggunung akibat pandemi Covid-19, cukup memprihatinakan.
Menurut Anwar Abbas, laporan BPK perlu ditindaklanjuti secara saksama lantaran laporan didasarkan kepada data dan perhitungan, serta analisis auditor. Menurutnya, rekomendasi BPK tak bisa dianggap remeh atau enteng.
Tercatat sepanjang tahun 2020, utang pemerintah memang membengkak jadi Rp 6.074,56 triliun. Posisi utang ini meningkat pesat dibandingkan dengan akhir tahun 2019 yang tercatat Rp 4.778 triliun.
"Masalah ini tentu tidak boleh kita anggap enteng. Tetapi harus menjadi konsen atau perhatian kita semua. Kalau Indonesia nanti ternyata memang tidak mampu membayar utang, maka hal demikian akan menimbulkan dampak dan masalah besar bagi bangsa," kata Anwar Abbas, dalam keterangan Kamis, 24 Juni 2021.
Tiga Masalah Timbul Karena Utang
Setidaknya ada tiga masalah yang bisa timbul akibat tidak mampunya pemerintah membayar utang luar negeri.
1. Potensi Tak Dipercaya Negara Lain
Masalah pertama adalah Indonesia berpotensi tak dipercaya lagi oleh negara lain, utamanya negara maju.
2. Keengganan Investor LN
Kedua, ketidakpercayaan ini membuat investor enggan datang ke Indonesia untuk menanamkan modal.
"Karena menurut mereka sudah tidak lagi baik dan aman untuk berinvestasi. Kalau itu yang terjadi maka tentu dampak turunannya terhadap pengangguran dan pendapatan serta kemiskinan tentu tidak dapat dihindari," tutur Anwar.
3. Tak Dilibatkan dalam Keputusan
Masalah lain yang mungkin muncul adalah Indonesia tak lagi dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan dari suatu masalah. Lebih parah lagi, ketidakpercayaan membuat ekonomi dan politik dalam negeri terusik.
"Supaya tidak terjadi maka sebaiknya para ahli dalam bidang ekonomi dan politik serta pihak lain diajak untuk duduk bersama bicarakan masalah dengan kepala dingin, agar mencari serta menemukan solusi yang baik dan tepat," tutur Anwar.
Data Temuan BPK Soal Utang RI
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), berdasarkan temuannya, indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan International Debt Relief (IDR). Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen. Angkanya melampaui rekomendasi IMF pada rentang 25-35 persen.
Begitu pula dengan pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen.
Kemudian, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.
Tak hanya itu, indikator kesinambungan fiskal Tahun 2020 yang sebesar 4,27 persen juga melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 - Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.