Muhammadiyah: Pertanyaan Lepas Jilbab di KPK Melanggar HAM
Tes wawasan kebangsaan (TWK) terkait alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN), menjadi polemik. PP Muhammadiyah pun menyebut pertanyaan terkait jilbab dalam TWK KPK bertentangan dengan hak asasi manusia, sehigga meminta agar hasil tes dibatalkan.
Pertanyaan TWK KPK Bertentangan dengan HAM
PP Muhammadiyah dalam pernyataan resmi, menyayangkan adanya pertanyaan 'bersedia lepas jilbab' dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) tersebut. Muhammadiyah menilai pertanyaan itu bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). "Saya sangat menyayangkan kalau memang benar ada pertanyaan yang terkait dengan kesediaan melepas jilbab. Itu merupakan pertanyaan yang bertentangan hak asasi dan ranah kehidupan pribadi," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, Minggu 9 Mei 2021.
Menurut Mu'ti, tidak ada relefansinya antara wawasan kebangsaan dengan urusan jilbab. Guru Besar UIN Syarif Hidaytullah Jakarta itu menyebut pertanyaan tersebut berpotensi memecah belah bangsa. "Selain itu, tidak ada hubungan wawasan kebangsaan dengan pemakaian jilbab. Pertanyaan itu tendensius dan justru berpotensi memecah belah bangsa," katanya. Ia menyarankan tes TWK ini dibatalkan.
Pertanyaan Jilbab dan Pernikahan
Sebelumnya, pegawai perempuan KPK menyampaikan dirinya ditanyai perihal jilbab. Bila enggan melepas jilbab, pegawai perempuan itu dianggap lebih mementingkan diri sendiri. "Aku ditanya bersedia nggak lepas jilbab. Pas jawab nggak bersedia, dibilang berarti lebih mementingkan pribadi daripada bangsa negara," ucap pegawai KPK itu.
Pegawai perempuan KPK lainnya mengaku ditanya urusan pribadi. Dia pun heran dengan ragam pertanyaan itu. "Ditanya kenapa belum punya anak," ucap pegawai KPK perempuan itu. "Ditanya kenapa cerai," imbuh pegawai lainnya.
Sementara itu, KPK enggan dibawa-bawa dalam polemik terkait sejumlah pertanyaan saat tes alih status pegawai menjadi ASN, seperti bersedia atau tidak melepas jilbab. Menurut KPK, pertanyaan itu disusun oleh penyelenggara asesmen, yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Komisi Pemberantasan Korupsi bukan merupakan penyelenggara asesmen. Seperti dijelaskan sebelumnya, asesmen tes wawasan kebangsaan ini diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN)," ucap Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu 8 Mei 2021.
Konfirmasi KPK atas Pertanyaan TWK
Ali mengatakan BKN turut melibatkan sejumlah instansi, seperti BIN, BAIS-TNI, Pusintel TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD, hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam menyusun materi berupa soal dan pertanyaan wawancara. Dia mengatakan ada juga pertanyaan wawancara yang merupakan pengembangan dari tes tertulis.
"Ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab oleh pegawai, beberapa di antaranya misalnya berkaitan dengan tata cara beribadah dan pilihan hidup berkeluarga. Kami juga menerima masukan dari publik yang mempertanyakan relevansi beberapa materi dalam wawancara yang tidak berhubungan dengan tupoksi KPK dan ini menurut kami bisa menjadi masukan bagi penyelenggara asesmen," ucapnya.
"Kami menggarisbawahi bahwa asesmen tes tertulis dan wawancara ini difokuskan untuk mengukur penguatan integritas dan netralitas ASN," sambung Ali.
75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK
Sebelumnya, 75 pegawai KPK dinyatakan tak lolos dalam tes TWK yang diadakan KPK dalam proses alih status menjadi aparat sipil negara (ASN). Salah satu yang tak lolos adalah Novel Baswedan, penyidik senior yang banyak terlibat dalam kasus besar KPK. 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat menjadi ASN, tidak dipecat namun diserahkan kepada KemenPAN RB untuk tindakan berikutnyya.
Diketahui, terdapat 1.351 pegawai KPK yang menjalani tes, dengan 75 orang yang disebut tidak memenuhi syarat termasuk penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Rinciannya, terdapat 1,274 pegawai yang memenuhi syarat, 75 orang Pegawai yang tidak memenuhi syarat, dan dua orang Pegawai yang tidak mengikuti tes. (dtk/asm)
Advertisement