Muhammadiyah: Konversi Hewan Kurban demi Korban Terdampak Pandemi
Merayakan Idul Adha di masa pandemi, Muhammadiyah menganjurkan agar dana pembelian hewan kurban dikonversikan sebagai dana bantuan untuk korban terdampak pandemi.
Fatwa yang didasarkan pada asas Islam yakni tolong menolong, solidaritas, menggembirakan orang lain beserta tolong menolong melalui infak tersebut telah dipraktekkan pada masa krisis Tsunami Aceh tahun 2004 dan Gempa Yogyakarta tahun 2006.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa perubahan temporer ketentuan ibadah di masa darurat bukan berarti sebagai upaya mempermainkan syariat atau mencari-cari keringanan, tetapi justru mentaati syariat sesuai kaidah ushul fikih dan Maqashid Syari’ah.
“Tidak berarti kalau kita tidak menyembelih hewan kurban, kita tidak mendapatkan hikmah dari ibadah itu. Karena ibadah itu bagian dari kita bergembira, bersyukur atas anugerah Allah, tanda bahwa nikmat yang diberikan Allah pada kita itu jauh lebih banyak daripada kesulitan yang sekarang ini sedang terjadi,” ujar Mu’ti dalam Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah, Jumat lalu.
Dari pensyariatan ibadah kurban dan Iduladha, Mu’ti menekankan bahwa di masa pandemi ini warga Persyarikatan setidaknya bisa mengambil tiga hikmah pemaknaan dari kisah Nabi Ibrahim.
“Berkaitan dengan kepatuhan, Nabi Ibrahim menjadi hamba Allah yang senantiasa mematuhi secara ikhlas meskipun perintah itu sangat berat untuk menunaikannya,” ujar Mu’ti.
“Maka kepatuhan inilah yang menjadi teladan bagi kita bahwa hamba Allah itu harus mukhlisina lahu-din (ikhlas dalam beragama) betapapun berat perintah itu kita harus menunaikannya,” imbuhnya.
Selain kepatuhan, hikmah yang bisa dipetik dari Nabi Ibrahim adalah keteguhannya pada kebenaran yang diyakininya. Bahwa prinsip kebenaran tidak bersifat populis berdasarkan banyaknya orang yang mendukung, tapi apa yang dituntunkan oleh Allah kemudian dijalankan dengan istiqamah.
Ketiga, bahwa keberhasilan Nabi Ibrahim sebagai hamba Allah dilalui melalui serangkaian cobaan yang tidak mudah. Juga bahwa ujian yang diberikan oleh Allah pasti ada ujungnya.
Oleh karena itu, bagi Mu’ti tidak menyembelih kurban di masa pandemi bukan berarti tidak berkurban. Semangat berkurban menolong sesama korban terdampak pandemi sebagai usaha untuk menyelamatkan kehidupan umat manusia pun termasuk dalam peneladanan Nabi Ibrahim.
“Dalam situasi seperti ini kita perlu mengambil pelajaran agar kita sebagai warga Persyarikatan menjadi hamba-hamba Allah yang patuh, mematuhi pimpinan (Persyarikatan), mematuhi Allah dan Rasul-Nya,” tuturnya.
Advertisement