Muhammadiyah Ingatkan Tindak Terorisme, Seyogyanya Berjalan Transparan
“Bagi Muhammadiyah yang penting Undang-Undang cepat selesai dengan catatan pasal-pasal yang mengganjal dapat diselesaikan dengan baik,” pungkas Bachtiar.
Penanganan terhadap tindak terorisme di Indonesia seyogyanya berjalan secara transparan dan terbuka. Demikian dikatakan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bachtiar Effendi, dalam acara diskusi berjudul Quo Vadis RUU Anti Terorisme yang digelar oleh Majelis Hukum dan HAM bersama Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah.
Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah sendiri memandang, Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme yang diserahkan pemerintah pada awal 2016 terkesan lebih menguatkan peran aparat penegak hukum untuk bekerja tanpa adanya pengawasan yang berimbang sesuai standar proses kewajiban hukum. Sayangnya, hal itu belum memberikan perlindungan yang kuat terhadap korban tindak pidana terorisme.
Menyepakati poin tersebut, mantan polisi dan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menyatakan bahwa pembahasan RUU perlu ditinjau dan dilakukan dengan hati-hati. Menurutnya, pemerintah harus membedakan makna teroris sebagai tindak pidana dan terorisme sebagai paham agar tidak sembarangan dalam menindak kejahatan terkait terorisme.
“Apalagi faktor penyebab terorisme tidak tunggal. Terorisme selalu memiliki indikasi latar belakang politik dan ekonomi, baik oleh keguncangan yang terjadi di dalam atau di luar negeri,” ujarnya, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Kamis (24/5/2018).
“Banyak hal dalam terorisme di Indonesia yang seharusnya dapat ditindak berdasarkan hukum tapi tidak berjalan begitu baik karena dua kemungkinan, yaitu polisi yang tidak profesional atau Undang-Undang yang tidak mencakup pemberantasan tersebut karena merupakan produk politik,” imbuhnya.
Majelis Hukum dan HAM memandang bahwa upaya melakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme selayaknya dilakukan untuk memperbaiki kekurangan atau melakukan reformulasi yang lebih baik guna memberikan jaminan berjalannya prinsip due proses of law dalam penegakan hukum tindak pidana terorisme.
“Bagi Muhammadiyah yang penting Undang-Undang cepat selesai dengan catatan pasal-pasal yang mengganjal dapat diselesaikan dengan baik,” pungkas Bachtiar.
Sekadar diketahui, pada Senin (21/5) lalu, Muhammadiyah dipimpin Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqaddas secara langsung memberikan 13 masukan kepada DPR mengenai Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang perlu diperhatikan dengan seksama oleh DPR dan Presiden. (adi)