Muhammadiyah Dibahas Lagi, Nakamura: Arah Pengembangan Jelas dan Terukur
Jakarta: Mitsuo Nakamura, Guru Besar (Emeritus) Chiba University, Jepang, kembali menerbitkan buku karyanya, Bulan Sabit Terbit di Atas Pohon Beringin. Peluncuran digelar di kantor Pengurus Pusat Muhammadiyah, Menteng Jakarta Pusat, Jumat (6/20/2017).
“Muhammadiyah menerbitkan kembali karya Nakamura ini karena tidak ada monograf serius dari orang asing tentang Muhammadiyah. Berbagai perubahan yang terjadi Muhammadiyah sejak 1998 belum banyak disentuh, baik terkait pendidikan, kesehatan, dan kegiatan filantropi. Sekarang ini, edisi lama dari buku itu tidak mudah dijumpai,” demikian dijelaskan Najib Burhani.
Terbitan baru ini merupakan pengembangan dari buku yang pernah terbit di tahun 1983 oleh UGM Press dengan judul Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin: Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede.
Buku babon tentang Muhammadiyah kali ini diterbitkan oleh UMY Press, sekaligus juga menandai peluncuran penerbit resmi milik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini. Nakamura meneliti Muhammadiyah guna mendapatkan PhD di Cornell University, Amerika Serikat. Aslinya buku tersebut berupa disertasi berjudul The crescent arises over the banyan tree: a study of the Muhammadijah movement in a Central Javanese Town, pada 1976.
“Separuh buku ini adalah karya lama Nakamura yang terkenal itu. Separuhnya lagi kajian baru. Ini adalah buku lama yang diperpanjang, direvisi dan diperluas. Ditambah penelitian baru hingga 2010. Edisi Inggris diterbitkan ISEAS 2012,” kata Najib Burhani.
Yang jelas, kata Burhani, yang belum dibaca dan diketahui orang dari buku itu adalah kritik-kritiknya yang sangat tajam terhadap Muhammadiyah. Tapi itu disampaikan dengan halus.
“Hampir seluruh isi halaman akhir buku adalah masukan dan kritik,” tulis aktivis Muhammadiyah yang juga peneliti LIPI. Najib Burhani sebetulnya panitia inti dalam acara peluncuran buku tersebut, tapi dia masih di Singapura.
Peluncuran dan bedah buku dilaksakan pada hari Jumat ini, di Aula PP Muhammadiyah Menteng, Jakarta Pusat, pukul 13.00 sampai selesai. Selain Mitsuo Nakamura, hadir sebagai pembicara Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Abdul Munir Mulkhan, Hajriyanto Y. Thohari, dan Amich Alhumami.
Kekuatan Masyarakat Sipil
Catatan ngopibareng.id, dalam sejumlah pandangan Prof. Nakamura Mitsuo, selain NU juga menempatkan Muhammadiyah sebagai kekuatan civil society. Muhammadiyah bisa jadi jaring pengaman sosial (social safety net). Di saat negara sedang mengalami kesulitan dan krisis, maka organisasi sosial seperti Muhammadiyah dapat diandalkan sebagai penyelamat kekuatan masyarakat.
Ketika Kelas Menengah yang semakin ‘gemuk’ di Indonesia akan melahirkan kekuatan tersendiri dan apabila terjadi kesenjangan dengan kaum pinggiran dan masyarakat miskin maka kekuatan ini akan sulit dibendung. Muhammadiyah dapat menjembatani kalangan menengah itu untuk membantu kelas-kelas sosial di bawahnya.
Indonesia, menurut Mitsuo Nakamura, hampir sama dengan Thailand yang terkena krisis sosial dan ekonomi pada 1997-1998. Thailand bisa bertahan dan tumbuh, tapi akhirnya jatuh lagi akibat krisis sosial yang terus menerus. Beruntunglah Indonesia memiliki Muhammadiyah dan NU, serta ormas lain yang bisa menjaga kekuatan civil society. “Muhammadiyah bisa diandalkan menjadi social safety net,” ujarnya.
Dalam kondisi kritis sekalipun Muhammadiyah masih tetap bisa mengoperasikan pelayanan umat, seperti melalui lembaga pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial lainnya.
Dalam pelbagai forum, Mitsuo Nakamura tak segan-segan mengritik Muhammadiyah. Menurutnya, dulu Muhammadiyah dibangun dengan susah payah oleh orang-orang orang yang berani mengambil risiko, berdedikasi tanpa pamrih. Sekarang dia mengkhawatirkan kesenimbungan generasi seperti itu sudah sangat sulit.
Dicontohkan di UMM. “Pada 1986, pertama kali saya berkunjung ke kampus ini, saya hanya melihat kampus kecil (kampus I, Jl. Bandung, Malang). UMM, menurut saya, dulu merupakan upaya perseorangan yang memiliki keberanian mengambil risiko dan berdedikasi tanpa pamrih sehingga bisa besar seperti sekarang,” ujarnya, saat memberikan ceramah di UMM. Generasi sekarang tahunya UMM sudah besar sehingga nilai perjuangannya tidak seperti dulu lagi.
Lebih lanjut, Mitsuo Nakamura menilai Muktamar di Jogyakarta beberapa waktu lalu cukup sukses dalam hal selebrasi Satu Abad Muhammadiyah. Tetapi secara penguatan intelektual dan ideologi belum ada pematangan yang berarti.
Untuk itu, Mitsuo Nakamura menawarkan gagasan agar Muhammadiyah selalu melakukan mawas diri atau instropeksi diri. Tidak perlu menggembar-gemborkan jumlah umatnya karena memang tidak ada data yang akurat mengenai itu. Semua orang sudah tahu kiprah Muhammadiyah. Sehingga, yang diperlukan adalah pendataan itu untuk mengetahui dirinya sendiri agar arah pengembangannya lebih jelas dan terukur.
“Jangan sekedar dilihat dari kegiatan ini dilaksanakan, kegiatan yang lain tidak dilaksanakan saja. Tapi ukurannya apa harus jelas,” katanya. (adi)