Muhammadiyah Bukan Hanya untuk Golongan Tertentu, Pesan Haedar
Tak ada kecanggungan apapun bagi Muhammadiyah untuk hadir diberbagai masyarakat yang beragam. Termasuk kehadiran Muhammadiyah di bumi Papua sejak tahun 1926, dan diterimanya Muhammadiyah oleh saudara masyarakat Papua di setiap daerah merupakan bukti bahwa kehadiran Muhammadiyah memang untuk semua.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengungkapkan hal itu, dalam sambutannya atas Launching Univeritas Muhammadiyah (UM) Papua yang berubah dari sebelumnya Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Muhammadiyah Jayapura pada Jumat 23 Oktober 2020.
“Kehadiran Muhammadiyah tidak untuk satu golongan dan tidak untuk satu kelompok tertentu. Karena itulah kami berharap untuk terus bekerjasama, dukungan, back up dan sinergi dari berbagai pihak," kata Haedar.
Menurutnya, kemajuan suatu bangsa salah satunya disokong oleh pilar strategis pendidikan. Kemajuan suatu peradaban bangsa dimanapun dimulai dari gerakan pendidikan. Pendidikan menjadi pilar penting yang mampu membawa peradaban suatu bangsa menjadi unggul dibanding dengan yang lain.
Dalam konteks kaum muslim, ungkap Haedar, terdapat tradisi literasi atau iqra’ yang merupakan tradisi utama yang perlu dipedomani, tradisi ini juga bisa berlaku secara universal bagi siapapun yang ingin peradabannya maju. Termasuk di Indonesia pada masa perjuangan, juga menempatkan pendidikan sebagai pilar yang ditancapkan dan dipedomani untuk menyongsong peradaban yang dicitakan.
“Lembaga pendidikan Muhammadiyah selain bertujuan sama untuk mencerdasakan kehidupan bangsa, juga kepada seluruh anak didiknya termasuk di perguruan tinggi, ditanamkan semangat untuk Hubul Wathan, yaitu semangat untuk cinta dan berkomitmen pada tanah air," imbuhnya.
Semangat inilah yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh pergerakan dari Rahim Muhammadiyah. Diantara sumbangsih kader Muhammadiyah adalah peran mengintegralkan laut dan daratan Indonesia menjadi satu kesatuan teritorial dengan deklarasi Juanda. Ir Juanda adalah DNA Muhammadiyah yang diberikan untuk Indonesia.
Haedar menambahkan, termasuk Presien pertama RI juga kader Muhammadiyah, bahkan pernah menjabat sebagai ketua bidang pendidikan di Muhammadiyah Bengkulu selama masa penggasingannya di sana. Termasuk istrinya, ibu Negara, Fatmawati adalah sosok ‘Aisyiyah perempuan Muhammadiyah, yang ayahnya adalah konsul Muhammadiyah di Bengkulu.
“Ini adalah komitmen Muhammadiyah untuk membangun sumber daya insani bagi kemajuan bangsa, tidak kenal lelah sejak pergerakkan ini lahir sampai hari ini, dan sampai di masa depan," ucapnya.
Sehingga sinergi yang dilakukan oleh Muhammadiyah dengan pihak lain adalah upaya kolektif, bahwa Indonesia ini akan maju menghadapi tantangan persaingan yang berat. Menurut Haedar, Indonesia akan mampu mengarungi kompetisi di masa depan jika memiliki sumber daya insani yang kuat, tangguh, dan punya kekuatan untuk bersaing.