Muhammadiyah Belum Putuskan Menerima Atau Menolak Konssesi Tambang
Muhammadiyah tidak mau tergesa gesa dan sampai saat ini belum ada keputusan akan menolak atau menerima konsesi tambang. Semuanya akan dikaji dari berbagai aspek dan sudut pandang yang menyeluruh.Keputusan sepenuhnya berada di tangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Ormas Keagamaan mengelola tambang tidak otomatis, tetapi melalui badan usaha disertai persyaratan yang harus dipenuhi.
"Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur diri agar tidak menimbulkan maslahah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara," kata Sekretaris Umum PP Mhammadiyah Abdul Mu'ti dalam pernyataan resmi secara tertulis yang diterima Ngopibareng id Minggu 9 Juni 2024.
Sikap Muhammadiyah sama dengan sikap Konferensi Waligereja Indonesia (KWI ), tetapi berbeda dengan PBNU yang menerima konsesi tambang, bahkan sudah mengajukan izin untuk pengelolaan tambang kepada Presiden.
Guru Besar bidang pendidikan agama Islam itu memandang perlu menyampaikan sikap Muhammadiyah ini, supaya tidak membingungkan umat, sehubungan sukap Muhammadiyah sehubungan dengan konsesi tambang tersebut.
Sikap Menteri BKPM
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia merespons penolakan ormas seperti Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang menerima karpet merah mengelola tambang dari pemerintahan Jokowi.
"Yang jelas kami akan menawarkan. Sudah barang tentu ada yang menolak, ini kan kita mau berikan kepada yang mau. Kalau yang menolak, apa boleh buat, berarti kan gak membutuhkan. Kita berikan kepada yang membutuhkan," katanya dalam konferensi pers di Kementerian Investasi, Jakarta Selatan, sabtu 8 Juni 2024.
Pembantu Presiden Joko Widodo itu menegaskan Indonesia adalah negara demokrasi. Oleh karena itu, Bahlil mengklaim akan menghargai perbedaan yang muncul.
Namun, Bahlil menyebut penolakan itu muncul karena masalah komunikasi. Ia mengatakan wajar ada penolakan karena karpet merah dari Presiden Jokowi kepada ormas keagamaan baru muncul belakangan ini.
Ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang resmi diundangkan pada 30 Mei 2024.
"Kalau ditanya bahwa ada yang menolak atau menerima, biasa saja. Kalau menolak, gak apa-apa lah, kita hargai. Tapi feeling saya, tidak ada masalah yang tidak selesai. Semua akan diselesaikan dengan komunikasi yang baik," jelas Bahlil.
"Mungkin ada pertanyaan-pertanyaan yang belum terjelaskan dengan baik, nanti kita jelaskan," tambahnya.
Sejumlah ormas berhati-hati dengan karpet merah yang diberikan Jokowi bagi mereka untuk mengelola tambang.
Salah satunya Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah bidang Tabligh, Dakwah Komunitas, Kepesantrenan, dan Pembinaan Haji-Umrah, Saad Ibrahim mengatakan izin dari Presiden Jokowi itu merupakan hal baru.
Ia menegaskan Muhammadiyah masih membahas secara mendalam terkait aspek positif, negatif, serta kapasitasnya dalam menerima tawaran itu.
Mantan ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin bahkan skeptis dengan tawaran tersebut. Ia mengatakan pemberian wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) adalah jebakan.
Bahlil percaya bisa menjelaskan dengan baik kepada Din Syamsuddin hingga jajaran PP Muhammadiyah terkait penawaran ini.
"Pak Din juga kan adalah senior saya, abang-abang kami semua, guru bangsa. Bisa lah kalau kita jelaskan baik-baik, bisa kok," ucapnya percaya diri.
Di lain sisi, Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI Marthen Jenarut mengatakan KWI hanya berkaitan dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat), dan martyria (semangat kenabian). Ia menegaskan KWI berdiri pada 1927 sebagai lembaga keagamaan.
Bahlil juga merespons santai penolakan yang muncul dari ormas keagamaan termasuk KWI.
"Menyangkut dengan saudara-saudara saya dari organisasi manapun, ya saya menghargai pandangan mereka yang sekarang mungkin belum. Ya mudah-mudahan dengan komunikasi nanti akan kita lakukan, memberikan penjelasan," jelasnya.
"Saya pikir semuanya kalau kita sampaikan dengan baik dan niat baik, insyaallah. Biasalah, hidup itu negara demokrasi. Jangan jadikan perbedaan itu harus kita pisah untuk menuju jalan kebaikan," ujar Bahlil.
Yang terbaru, Ketua umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Gomar Gultom menegaskan PGI masih mengkaji langkah pemerintah yang memperbolehkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan diberikan izin tambang. Sebab, PGI tak memiliki kemampuan di bidang tambang dan bukan bidang pelayanan organisasi ini.
"Tapi sudah pasti bahwa masalah tambang ini bukanlah bidang pelayanan PGI dan tidak juga memiliki kemampuan di bidang ini. Ini benar-benar berada di luar mandat yang dimiliki oleh PGI," kata Gomar dalam keterangan terbarunya, Sabtu (9/6).
Gomar mengklarifikasi pernyataan sebelumnya yang telah memberikan apresiasi terhadap keputusan Presiden Jokowi memberikan izin tambang kepada lembaga keagamaan. Ia meminta pernyataan tersebut tak diartikan PGI bersedia untuk ikut dalam pengelolaan tambang.
Ia lantas mengimbau kepada lembaga keagamaan untuk fokus pada pembinaan umat.
"Saya tentu menghormati keputusan lembaga keagamaan yang akan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh Keputusan Presiden tersebut. Dalam kaitan inilah saya menyambut positif Keputusan Presiden seraya mengingatkan perlunya kehati-hatian," kata dia.
Selain itu, Gomar juga menyinggung peran PGI kerap aktif mendampingi korban imbas usaha tambang.
"PGI jika ikut menjadi pelaku usaha tambang potensial akan menjadikan PGI berhadapan dengan dirinya sendiri kelak dan akan sangat rentan kehilangan legitimasi moral," tambahnya.