Mudik Seru yang Kurang Seru, Geliat Ekonominya yang Ditunggu
Lewat mudik lebaran, uang tersebut akan mengalir sampai jauh. Seperti air yang ada dalam lagu Bengawan Solo-nya Gesang. Mengalir sampai ke daerah dan kampung-kampung.
Kemacetan lalu lintas arus mudik masih terjadi. Padahal, puja-puji sudah kadung terlontar. Saat sebelum H-2 terjadi.
Titik kemacetan arus mudik masih tetap sama. Di ruas tol Cikampek. Macet sepanjang 28 kilometer. Sudah berusaha diatasi dengan contra flow. Tapi tetap tidak terurai.
Jadi, bagi sebagian orang mudik tahun ini masih seru. Ada yang butuh 14 jam untuk hanya mudik ke Cirebon. Padahal jaraknya hanya 214 kilometer.
Ini berbeda dengan yang memilih mudik lebih awal. Di hari-hari awal cuti bersama. Di H-7 sampai 3. Mereka bersukaria karena betul-betul bebas hambatan.
Ada yang lapor mudik ke Delanggu dari Jakarta ditempuh hanya 6 jam. Padahal, tahun sebelumnya minimal
perlu waktu 16 jam. Hal sama juga dilaporkan pemudik ke Jepara.
Saya sendiri juga ikut menikmati nyamannya mudik tahun ini. Perjalanan Surabaya-Yogyakarta yang biasanya memakan waktu minimal 8 jam, kali ini bisa dicapai 6 jam. Lancar dan nyaman.
Keseruan di darat tak seheboh di dunia maya. Terutama saling klaim dan saling sindir antara pendukung Jokowi dan para pembencinya. Di satu pihak membanggakan keberhasilan memanage arus mudik. Di sisi lain mengecam klaim yang sama.
Tol Trans Jawa dan Libur Panjang Lebaran
Tersambungnya tol trans Jawa disimpulkan sebagai sesuatu yang sangat membantu pemudik. Tahun sebelumnya, ruas jalan tol belum sepanjang sekarang. Kali ini Jakarta-Surabaya plus Malang Pasuruan tersambung jalan bebas hambatan.
Tapi sebetulnya ini hanya salah satu. Cuti bersama yang panjang ikut ambil bagian. Konsentrasi pemudik tidak terjadi pada hari tertentu: menjelang lebaran dan jelang masa masuk kerja.
Ternyata, lancar di awal cuti bersama tidak berlangsung lama. H-2 kemacetan panjang masih menghantui pemudik, meski tal separah tahun-tahun sebelumnya. Arusz lalu lintas sudah mulai tersebar dangan sambungnya jalan tol Trans Jawa.
Yang masih membuat deg-degan nanti arus baliknya. Seperti biasa, pemudik asal Jakarta cenderung memilih hari-hari terakhir untuk balik. Penumpukan biasa terjadi sehari dan dua hari menjelang hari masuk kerja.
Jadi, tahun ini, arus mudik sebetulnya masih seru. Tapi tidak terlalu seru. Masih ada yang terjebak macet berjam-jam di jalur mudik. Tapi juga ada yang terhindar dan nyaman di jalan karena libur panjang dan ruas tol yang jauh bertambah.
Mengapa begitu susahnya menggeser puncak mudik? Kayaknya ini hanya soal waktu. Saat ini masih belum berjalan sesuai dengan harapan. Sesuatu yang baru sekali terjadi belum semua orang bisa menyesuaikan diri.
Yang pasti, keputusan pemerintah memberi cuti bersama dengan libur panjang lebaran sudah benar. Sudah pas. Tidak hanya memberi kesempatan para pekerja dan bangsa ini bermalas-malasan.
Tapi, inilah momen untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi. Melalui libur panjang lebaran, peredaran uang dipastikan sangat besar. Juga aliran uang dari pusat Jakarta ke daerah-daerah.
Cara ini pula yang terjadi di China setiap tahun lewat Hari Raya Imleknya. Mereka juga punya tradisi mudik setiap tahun sekali. Di hari raya Imlek. Ratusan juta penduduk China pulang ke kampung. Bertemu keluarga. Sambil belanja apa saja.
Saya pernah juga berada di Amerika saat negeri itu ekonominya mandek paska terjadi serangan teroris 11 September 2001 yang menewaskan hampir 3000 orang serta 6000 orang luka-luka. Paska itu, hampir setiap hari Presiden George Bush menghimbau warganya untuk belanja dan berwisata ke penjuru Amerika.
Uang Orang Jakarta Mengalir Sampai Jauh
Lebaran kali ini pun akan mengungkit ekonomi di Indonesia. Rp 188 triliun digerojokkan Bank Indonesia selama bulan puasa dan lebaran. Sebanyak itu pula yang diperkirakan beredar di masyarakat.
Uang sebanyak itu tak hanya beredar di Jakarta. Di ibukota. Lewat mudik lebaran, uang tersebut akan mengalir sampai jauh. Seperti air yang ada dalam lagu Bengawan Solo-nya Gesang. Mengalir sampai ke daerah dan kampung-kampung.
Wakil Ketua Umum Kadin DKI Sarman Simanjorang punya hitung-hitungan menarik. Menurutnya, sekitar 10-13 persen uang dari Jakarta mengalir ke daerah. Sebab, dari 19 juta total pemudik, sekitar 7 juta berasal dari Jakarta dan sekitarnya.
Berdasarkan data BI, dari jumalh uang beredar selama lebaran, 22 persen atau Rp 41 triliun berasal dari Jabodetabek. Sebagian dari itulah yang akan mengalir ke Jawa Tengah, Jawa Timur, Jogyakarta, Jawa Barat, Banten, Sumatera, Kalimantan sampai ke Sulawesi.
Coba dihitung, 7 pemudik dari DKI itu setara dengan 2,3 juta kepala keluarga. Jika masing-masing KK membawa uang ke kampungnya rata-rata Rp 3,5 juta, maka perpindahan uang ke pemudik ke kampungnya sekitar Rp 8 triliun. Ini asumsi terendah.
Jumlah itu belum termasuk uang yang mengalir dari kota-kota besar lainnya ke desa dan kampung. Jika dihitung sama 22 persen dari Rp 147 Triliun sudah hampir Rp 30 trilunan. Jumlah yang tidak sedikit.
Tampaknya musim lebaran depan memang perlu cuti bersama untuk membuat masa liburan lebih panjang. Dengan libur lebaran yang panjang, para pemudik lebih bisa mengelola waktu perjalanan mudiknya.
Jika ini terjadi, maka kehebohan mudik lebaran di jalanan akan bisa dikurangi. Tanpa harus mengurangi potensi lebaran dalam mengungkit pertumbuhan ekonomi sekaligus distribusi uang beredar ke daerah oleh masyarakat.
Sementara pemerintah perlu lebih kreatif lagi dlaam menciptakan destinasi dan atraksi baru sehingga pemudik lebih banyak membelanjakan uangnya di daerah. Masak tidak bisa. *)
Advertisement