Muay Thai Jatim Dalam Bayangan Sanksi, Ini Sikap Manajer
Buntut mundurnya kontingen Muay Thai Jawa Timur dari babak final Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Muaythai VI Junior dan Senior Piala Bergilir Kapolri, Kasad, dan Kemenpora 2018 di GOR Bulungan, Jakarta, Jumat 30 November lalu dibayangi sanksi.
Sanksi itu diberikan oleh Pengurus Besar (PB) Muay Thai Indonesia, yang menilai Jatim tidak terhormat dalam mengikuti kejuaraan. Oleh sebab itu, ia akan memberikan sanksi kepada pelatih dan manajer tim.
Padahal pada pertandingan final kelas senior putra 80 Kg antara petarung asal Jatim Alif Wiguno Ramadhan menghadapi Ricko Ben Tangguh asal Riau hasilnya dianggap tidak adil.
Saat itu, official Muay Thai Jatim menganggap petarungnya menang karena berhasil melakukan tendangan dan tinju yang masuk.
Bahkan, hal itu diperkuat dengan adanya tiga kesaksian beberapa orang, termasuk pelatih Riau yang menganggap petarung Jatim pantas menang.
Karena, saat itu Jatim dikalahkan dengan keputusan tidak adil. Pihak official tim melakukan protes keras dengan memukul meja dewan hakim. Pasalnya, kontingen Jatim diperlakukan tidak adil seperti kontingen Papua.
Pada pertandingan sebelumnya, di kelas putri 60 Kg antara Irani Labagai asal Papua menghadapi Nike Rahayu asal Kalimantan Selatan juga menghasilkan keputusan yang tidak adil.
"Jadi sebelumnya Papua ini menang telak, tapi yang dimenangkan Kalsel. Setelah itu, Papua komplain sambil gebrak-gebrak (mukul) meja, pengumumannya langsung diubah Papua menang. Papua juga pas komplain ngancem, kalau dicurangi saya mau bilang Gubernur agar tidak menggelar pertandingan Muaythai di PON 2020 Papua," kata Manajer Muay Thai Jatim, Iwan Wijaya.
Sedangkan Jatim, lanjut Iwan, tidak diperlakukan layaknya Papua saat protes. Jatim harus melalui prosedur dengan membuat surat pernyataan serta melakukan pembayaran sebesar Rp 1,5 juta.
Menyikapi bayang-bayang sanksi yang akan diberikan, Iwan mengaku terkejut karena ada begitu banyak kecurangan yang terjadi di beberapa pertandingan. Bahkan, Iwan mengaku jika Jatim tidak hanya dicurangi sekali saja.
“Sebelumnya, Jatim sudah dicurangi dua kali sama dewan hakim. Pertama, saat atlet kami Himawan Angga melawan Mowretch Pongoh (Sulawesi Utara) kita sudah menang 4-1, tapi yang dimenangkan lawan. Kedua, atlet perempuan Irva Nurmalia melawan Dede Dina Mariana kita menang, tapi juga dikalahkan,” akunya.
Karena itu, ia menilai jika PB MI harus introspeksi diri karena adanya banyak kejanggalan. Utamanya pada dewan hakim yang melakukan banyak keputusan kontroversional.
Sementara itu, Ketua Harian Pengurus Provinsi (Pengprov) MI Jatim, Dr Wardy Azhari Siagian mengaku bertangung jawab atas tindakan pelatih dan manajer yang melakukan protes keras.
Hal itu, kata pria yang akrab disapa Wardy itu, terjadi karena tindakan tidak lazim yang diperlihatkan oleh dewan hakim. “Menurut saya kemarin wajar saja kalau terjadi protes keras, karena kita sudah tiga kali dicurangi. Dan parahnya terjadi usai protes Papua dikabulkan tanpa melalui prosedur, tidak seperti yang dituntut kepada Jatim,” ujar Wardy.
“Masa saat itu perubahan tidak memanggil kedua pihak. Jadi saat itu perubahan pemenang menjadi Papua itu tidak dihadiri oleh pihak dari Kalsel. Nah ini kan tidak lazim, dan memancing emosi yang saya kira wajar,” pungkasnya. (hrs)