Hidayah Bagi Tomoya Furushima, Mualaf Masjid Sunda Kelapa
Jelang pergantian tahun 2018 merupakan hari yang membahagiakan bagi Tomoya Furushima. Pemuda berkewarganegaraan Jepang burusia 26 tahun, mendapat hidayah dari Allah untuk menjadi seorang muslim.
Tomoya tenaga superviser di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Ia tercatat sebagai mualaf ke 18.799 di Masjid Agung Sunda Kelapa Menteng Jakarta Pusat,--tempat ia mengucapkan kalimat syahadat.
Tiba di Masjid Sunda Kelapa bersama seorang perempuan dan dua orang lelaki kerabatnya. Kepada pembimbing mualaf Masjid Sunda Kelapa, Agustinus Kaynama yang menemuinya, ia menyatakan ingin menjadi seorang muslim.
Kaynama mencoba memancing alasan pemuda Jepang mengapa ingin menjadi seorang muslim. Karena ingin menikahi seorang muslimah atau ada motivasi lain.
"Tomoya, apa yang mendorong Anda ingin menjadi seorang muslim, sedang orang Barat ada yang menganggap Islam itu agama yang identik dengan teroris, radikalisme. Anda tidak takut dicap seorang teroris, " tanya Kaynama.
Mendengar pertanyaan yang cukup ekstrim, Tomoya menyambutnya dengan senyum. "Saya telah mempelajari kehidupan orang muslim di beberapa negara. Mereka rata-rata orang baik, penolong, tidak sebengis yang diopinikan oleh sekelompok orang yang tidak menyukai Islam," kata Tomoya.
Ia bercerita waktu mengalami kesulitan, yang membantunya justru seorang muslim. Tanpa mempertanyakan warga negara dan agamanya. Itu yang memperkuat keyakinannya, Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin.
Pertanyaan Nyong Ambon Kaynama, mulai usil. "Apakah Anda ingin menjadi muslim supaya dapat menikah dengan wanita yang mendampingi Anda datang ke Sunda Kelapa?" tanya Kay.
"Memang teman kerja saya ini yang menuntun, tapi bukan karena dia saya masuk Islam. Andaikan dia bukan jodoh saya, saya tetap beragama Islam." jawab Tomoya Furushima dengan tegas.
Suasana di lantai empat Rumah Sehat Masjid Agung Sunda Kelapa, menjadi hening. Kaynama menggenggam erat tangan Tomoya, kemudian nembimbingnya membaca kalimat syahadat...
"Saya berjanji tiada Tuhan selain Allah, dan saya berjanji bahwa Nabi Muhammad adalah pesuruh Allah," kata Tomoya dengan suara bergetar.
"Tomoya apa agamamu sekarang,"tanya Kaynama.
Tomoya pun menjawabnya dengan cepat "Islam". Bola mata mualaf yang baru membaca syahadat tampak berkaca-kaca. Sedang perempuan pendamping yang diketahui adalah calon istrinya bernama Rita, menanggis sesenggukan.
Jalan hidup mirip
Antara Tomoya dan Kaynama yang menjadi pembimbing mualaf di Masjid Sunda Kelapa Menteng Jakarta Pusat, sebenarnya mempunyai jalan hidup yang hampir sama.
Kaynama dulu adalah mantan Pendeta Protestan. Namun dia kini sudah sembilan tahun menjadi pembimbing mualaf. Hikmah yang ia dapat selama menjadi pembimbing mualaf adalah penguatan iman.
Menjadi seorang mualaf tidak dapat dilalui dengan mulus. Dimusuhi oleh keluarga, orang-orang yang dulunya seagama, bahkan kekerasan fisik sempat dialami Kaynama.
"Ini sebuah resiko bagi seorang mualaf," kata Kaynama mengenang masa lalunya.
Sebagai pembimbing mualaf, Kaynama pun sering jadi sasaran kemarahan orang yang tidak menghendaki keluarganya masuk Islam. Tapi pembimbing mualaf yang piawai bermain piano ini, menghadapi caci maki itu dengan sabar dan tawakal.
Mantan pendeta yang punya nama lengkap Agustinus Christoper Kaynama, masuk Islam tahun 2009. Dia menjadi mualaf setelah menyelesaikan pendidikan S2 tentang Alkitab di Leiden Belanda. Sebelumnya, ia juga pernah belajar Alkitab dalam bahasa Ibrani di Haiva, Tel Aviv.
Melihat pendidikannnya yang mentereng itu, dulu Kaynama sempat digadang-gadang sebagai pendeta muda yang dibanggakan. Tapi Allah telah memberinya jalan hidup yang lain. Dia menjadikan Islam sebagai agamanya. (asm)