MSAT Tak Bisa Dijerat dengan UU TPKS, Ini Penjelasan Ahli Hukum
Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Iqbal Felisiano mengatakan, kasus pelecehan seksual yang dilakukan anak pengasuh Ponpes Siddiqiyyah, Moch. Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas BechiĀ terhadap beberapa santriwatinya tidak bisa dijerat dengan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Hal ini karena UU TPKS disahkan pada April 2022. Sementara kasus MSAT ini dilaporkan sejak tahun 2017. Artinya UU TPKS tidak bisa berlaku surut.
"Kasus MSAT ini terjadi pada 2017. Yang terakhir tahun 2019. Sedangkan UU TPKS baru disahkan April 2022. Jadi tidak bisa berlaku surut," kata Iqbal saat dihubungi Ngopibareng.id, Selasa, 12 Juli 2022.
Ia mengungkapkan, perspektif KUHP memang berbeda dengan UU TPKS. Sehingga tidak secara khusus berdimensi pada penghormatan terhadap perempuan atau korban.
"Kalau perspektif KUHP berbeda dengan UU TPKS. KUHP bisa diterapkan kasus pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, penipuan dan lain-lain. Berbeda dengan TPKS yang secara khusus mengatur mengenai kekerasan seksual (leks spesialis)," jelasnya.
Saat ditanya mengenai kelebihan UU TPKS dibanding KUHP dalam kasus pelecehan seksual, Iqbal menyebut, UU TPKS lebih memiliki instrumen perlindungan terhadap korban kejahatan seksual dan memiliki sanksi pidana yang lebih berat dibandung UU No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP.
Kasus MSAT ini pasal yang diterapkan yaitu 285 KUHP dengan tentang tindak pidana pencabulan ancaman hukuman pidana 12 tahun dan pasal 294 KUHP dengan ancaman pidana tujuh tahun. Kemudian ada pasal 289 KUHP kategori tindak pidana pencabulan dengan ancaman hukuman sembilan tahun penjara.
Advertisement