MPLS Ekspedisi Bukit Klotok Kediri, Sekolah Alam Ramadhani Peduli Masa Depan Bumi
Menyambut tahun ajaran baru 2024/2025, Sekolah Alam Ramadhani gencarkan aksi peduli sampah dari hari pertama hingga terakhir Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Kegiatan hari ini difokuskan pada pengenalan lingkungan di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Klotok.
Berakar dari kesadaran masyarakat dalam membuang sampah dinilai masih memprihatinkan dan penemuan mikroplastik yang berpengaruh pada kualitas sungai di Kota Kediri, kesadaran untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai perlu ditumbuhkan sedari dini.
Untuk itu, Sekolah Alam Ramadhani berinisiatif memperluas wawasan dan pendidikan karakter anak dengan mencanangkan tema MPLS berkaitan tentang sampah.
Hari pertama, kegiatan dimulai dengan pesta sains dan edukasi sampah, yakni pengenalan terhadap jenis sampah organik, anorganik, dan B3. Hari kedua, anak-anak dibagi kelompok dan mendapat tantangan menemukan harta karun berupa sampah organik dan anorganik. Hari ketiga diisi dengan kreasi ceria, memanfaatkan sampah sebagai media kreativitas.
Hasil dari kreasi tersebut ditampilkan pada pentas kreasi hari keempat. Puncak dari kegiatan MPLS ini adalah ekspedisi gunung sampah. Dalam hal ini, anak-anak diajak observasi ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Klotok, Kota Kediri.
Ekspedisi dimulai dengan berjalan menanjak sepanjang iringan pemandangan gunung sampah sebagai tempat terakhir dari pemrosesan sampah, juga mengamati rumah warga yang hidup berdampingan dengan gunung sampah tersebut sekaligus sebagai sumber penghidupan mereka, lalu melewati kompleks Bong Cino Kota Kediri.
Dari hasil observasi tersebut mereka menemukan bahwa semua jenis sampah di Kota Kediri bermuara ke TPA Klotok. Banyak truk sampah berlalu lalang menyumbang ketinggian gunung sampah. Selain itu, polusi udara tidak kalah mengejutkan, bagaimana bisa manusia hidup berdampingan dengan gunung sampah.
Madjid siswa kelas 4 Sekolah Alam Ramadhani mengaku terkejut melihat sampah yang beraneka jenis menggunung jadi satu.
"Kaget karena banyak sampah. Nggak nyangka gunungnya setinggi itu. Bersyukur banget ada TPA karena ada yang menjaga (mengelola) sampah," terang Ustadah Lia guru pengajar kelas 6
Advertisement