Moralitas yang Tercabik, Pesan Khusus Haedar bagi Elit Bangsa
Kehidupan ini tidak semata-mata urusan duniawi yang bernilai guna, tetapi juga ada pertanggungjawaban moral profetik keilahian. Arah dari kehidupan ini tidak sekadar ketentuan-ketentuan resmi, ada pula aturan-aturan tak tertulis yang mengikat secara kultural. Di luar nalar formal dan kegunaan, terdapat nilai-nilai utama berupa moralitas atau akhlak yang berlaku umum di masyarakat.
Berbicara moralitas berarti berbicara tentang sesuatu yang tidak bisa dikontrol secara sistem. Sebab moralitas hidup di dalam setiap sanubari semua orang. Maka tidak heran bila para sufi menyebut hakikat dan makrifat di atas syariat.
Atau sebuah adagium mengatakan moral di atas hukum. Sehingga, hidup tidak sekadar bersandar pada formalitas belaka yang mungkin dapat dimanipulasi, tetapi juga pada nilai-nilai substansial yang tumbuh dari keyakinan ilahi maupun kesadaran manusiawi.
“Hukum bekerja dengan logika-logika objektivitas tetapi moralitas meskipun sering dipandang luhur dan tinggi, hidupnya ada dalam jiwa, batin, dan keyakinan. Moralitas dan etika itu hidup di dalam sikap batin dan keyakinan orang, biarpun dalam relasi luar terkait dengan sumber nilai dalam hukum negara, hukum agama, dan hukum adat istiadat".
Demikian tutur Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam rangkaian acara Dies Natalis ke-76 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada Rabu 2 Februari 2022.
Nilai-nilai moral yang tumbuh dari agama dan budaya luhur lalu mengakar dalam batin dan sanubari bangsa harus diletakkan di atas aturan-aturan yang serba praktis. Bila ranah publik dan kehidupan lebih banyak dikontrol nilai pragmatisme dan oportunisme tanpa dibingkai nilai-nilai ideal, maka hukum yang serba formal dapat dimanipulasi untuk kepentingan-kepentingan praktis.
"Akibatnya, banyak orang merasa boleh bertindak apapun demi meraih keinginan dan tujuan pribadi maupun kroni. Peraturan secanggih apapun barangkali dapat diakali," tuturnya.
Haedar menegaskan bila nilai-nilai kepantasan, kelaziman, dan hal-hal yang menyangkut nilai keadaban diletakkan di atas hal-hal yang serba praktis dan pragmatis, di situlah letak keluhuran moral. Sebab di atas kepatutan legal terdapat kepantasan moral dan kelaziman sosial. Karenanya, jika ada peluang melakukan korupsi dengan membuat-buat peraturan agar tampak legal tetapi memilih untuk tidak melakukannya, maka dirinya telah menempatkan moral di atas hukum.
Memanfaatkan Peluang Bersama
“Ketika kita memiliki peluang untuk menyimpan, untuk korupsi, dan peluang itu tidak diketahui orang banyak, sistempun bisa diakali, apakah kita masih punya keberanian moral untuk tidak korupsi, tidak menyimpang, tidak menyeleweng, dan tidak sewenang-wenang. Jika tidak melakukan itu, di situlah letak keluhuran moral,” ungkap Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Haedar berpesan agar kepada warga dan elit bangsa agar menempatkan moral di atas hukum dengan komitmen yang kuat. “Kita bicara tentang moral dan moralitas itu bicara tentang sesuatu yang abstrak dan luhur tetapi sesungguhnya sangat bernilai hanya implementasinya memerlukan komitmen kita semua yang muaranya pada batin dan akal budi,” tuturnya
Advertisement