Moeldoko Sebut Penyerangan Orang Gila pada Ulama Adalah Kepentingan Politik
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, menyebutkan bahwa penyerangan oleh orang gangguan jiwa terhadap ulama yang terjadi beberapa waktu lalu dilakukan oleh pihak yang berkepntingan dan memiliki ambisi di tahun politik.
Tahun politik merujuk pada tahun 2018-2019 yang menghelat pemilihan kepala daerah serentak dan pemilihan legislatif serta presiden.
"Hanya memanfaatkan situasi itu untuk kepentingan. Bisa saja menjadi ambisi-ambisi lain dengan segala cara. Karena ini kan menjelang Pemilu dan Pemilukada," kata Moeldoko di Makassar, Selasa, 27 Februari 2018.
Lebih lanjut, mantan Panglima TNI Itu juga menyebut fenomena orang gila menyerang ulama menggunakan modus lama seperti pernah diterapkan pada tahun 1997 atau masa menjelang reformasi.
Meski menggunakan modus lama, namun modus tersebut didalangi oleh orang baru. Namun Moeldoko tidak menyebut nama orang baru yang ia maksudkan.
"Bukan orang lama, tapi itu model lama yang sudah lama dikenali," ujarnya.
Moeldoko mengaku akan sangat mudah untuk mengetahui apa tujuan penyerangan terhadap ulama dan pemuka agama. Hanya saja, ucapnya, aparat negara harus jeli melihat siapa di balik penyerangan itu.
"Hanya yang perlu didalami, siapa yang dibelakangnya itu. Jadi sangat mudah dikenali tujuannya untuk apa, terus manfaat yang dia inginkan dan seterusnya. Dan sekarang kita mencari, siapa yang sebenarnya di belakangnya," jelasnya.
Untuk mengantisipasi itu semua, lanjutnya, pemerintah telah meningkatkan kerja Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang sebelumnya di bawah naungan Menko Polhukam kini berada langsung di bawah naungan Presiden RI.
"Kami sudah membangun salah satunya dengan badan BSSN. Badan Siber dan Sandi Negara itu kapasitasnya sudah bisa ditingkatkan. Jadi, teknologi kita bisa mengetahui siapa yang berbuat tracking. Siapa dan berbuat itu seperti apa," tutur Moeldoko.
Fenomena orang gila menyerang tokoh agama belakangan memang marak terjadi. Sejumlah kasus yang menonjol di antaranya penyerangan terhadap pimpinan Pesantren Al Hidayah, KH Umar Basri bin Sukrowi, di Cicalengka, Bandung, Jawa Barat.
KH Umar Basri dianiaya seorang pria yang diduga mengalami gangguan jiwa di dalam masjid pada 27 Januari 2018.
Kemudian tokoh Persatuan Islam Indonesia (Persis), HR Prawoto. Ia meninggal dunia di rumah sakit setelah diduga dianiaya seseorang yang disebut mengalami gangguan jiwa pada awal Februari 2018.
Selanjutnya, penyerangan terjadi di Gereja Santa Lidwina, Sleman, Yogyakarta pada 11 Februari 2018 lalu, yang melukai tokoh agama.
Di Tuban, Jawa Timur, sebuah masjid dirusak oleh seorang pria yang belakangan disebut mengalami gangguan kejiwaan. Pria yang saat itu berada di masjid bersama keluarganya hingga dini hari tidak terima ditegur warga.
Terbaru, seorang kiai di Lamongan, Jawa Timur, diserang pria yang diduga mengalami gangguan kejiwaan.
Korban sempat menegur pria tersebut agar tidak makan di pendopo pesantren, namun pelaku justru menantang dan mendorong korban hingga jatuh. (cnn/frd)