Untuk Lolos Jadi Polisi Dipungut Rp 100 Juta Hingga Rp 300 Juta
Bandung: Sejak awal proses perekrutan calon anggota polisi tingkat Tamtama, Bintara, Akpol, hingga Sespim di Polda Jabar, nampaknya memang bermasalah, kata Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Anton Charliyan.
"Memang di awal sudah ditemukan ada penyimpangan. Kita juga sudah menangkap beberapa orang yang terlibat ada anggota Polri dan calo. Makanya saya ingin bersih-bersih," ujar Anton di Mapolda Jabar, Senin (3/7).
Salah satu yang diamankan adalah staf Sumber Daya Manusia Polda Jawa Barat, Aiptu Eti Kurnaeti. Ia diduga menerima sejumlah uang dari perwakilan calon siswa agat diloloskan dalam seleksi.
Dengan adanya pungli ini, sekitar 219 peserta yang seharusnya tidak lolos akibat berbagai kendala namun diluluskan.
Di antara yang diluluskan itu ada yang anus corong, ambien, dan yang lainnya. Apakah kira-kira mau yang seperti itu. Ada yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu, Polda Jabar kemudian mengganti panitia rekrutmen awal dengan yang baru. Hal ini membuat hasil pengumuman seleksi selalu mengalami pemunduran.
"Sehingga kita beberapa kali mengalami pemunduran. Itu kenapa masalah nilai berubah-ubah. Malah mereka yang istilahnya punya masalah, kemudian dialihkan isunya ke (kebijakan) putra daerah," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Jabar Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, modus operandi yang dilakukan para tersangka dengan menjanjikan kepada orang tua peserta bahwa anaknya dipastikan lolos dalam seleksi.
Namun, para orang tua dimintai sejumlah uang dengan besaran Rp100 juta hingga Rp300 juta perorang untuk memuluskan proses seleksi. Dalam pengungkapan ini, Tim Saber juga menyita uang sebesar Rp1,8 miliar dari para tersangka.
"Modusnya adalah dia menampung permintaan pihak-pihak yang putra-putrinya akan masuk menjadi anggota kepolisian baik lewat jalur bintara maupun taruna Akpol," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto, bebrapa waktu lalu.
Eti diduga menerima sejumlah uang dari calon siswa melalui Bripka Eni Ernawati, staf Pelayanan Masyarakat Polda Jabar dan Pengatur Tingkat I Renmin Direktorat Reskrim Umum Polda Jabar, Sutisna.
Dari Eni, Eti menerima Rp 130 juta yang uangnya berasal dari dua calon siswa yang sebelumnya sudah gugur dalam seleksi. Sementara itu, Sutisna menitipkan uang dari empat calon siswa sebesar Rp 780 juta.
Sama seperti sebelumnya, keempat calon siswa itu sudah gugur pada tes kesehatan dan tes psikologi. "Aiptu Eti Kurnaeti diduga menerima uang seluruhnya sejumlah Rp 910 juta," kata Rikwanto.
Rikwanto mengatakan, untuk meluluskan tes kesehatan calon siswa yang tak lolos, Eti memberi Rp 30 juta kepada panitia tes kesehatan. Kemudian, Eti juga memberi uang kepada panitia tes psikologi sebesar Rp 27 juta.
"Pada kenyataanya dia tidak berhubungan dengan panitia. Karena panitia sudah disumpah dan berkomitmen untuk tidak melakukan hal tercela seperti terima suap ataupun dimainkan dalam penerimaan seleksi calon bintara atau taruna akpol ini," kata dia.
Eti, kata Rikwanto, menjanjikan akan meloloskan kembali calon siswa yang sudah gugur dan meluluskannya hingga tahap akhir.
"Namun, sampai saat ini seluruh calon siswa yang sudah gugur tersebut tidak bisa mengikuti tes berikutnya," kata Rikwanto.
Calon siswa yang diperiksa mengaku uang tersebut diserahkan kepada Nuraini, yang mengaku istri polisi yang bertugas di Mabes Polri. Nuraini berjanji akan meluluskan seluruh calon siswa yang memberikan uang padanya.
Kemudian, diketahui bahwa Nuraini merupakan calo yang kerap melancarkan aksinya di Samsat Jakarta Selatan. Suaminya juga bukan anggota polisi sebagaimana yang diakuinya.
Begitulah modus operandi yang dilakukan pada calon siswa agar diloloskan dalam seleksi, para tersangka dengan menjanjikan kepada orang tua peserta bahwa anaknya dipastikan lolos dalam seleksi.
Dalam pengungkapan ini, Tim Saber juga menyita uang sebesar Rp 1,8 miliar dari para tersangka. (kuy)