Modifikasi Tangki APV untuk Salah Gunakan BBM Bersubsidi
Polisi menangkap seorang pria yang diduga menyalahgunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium. Dia adalah Tukiran, 53 tahun, warga Desa/Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi.
Pria ini ditangkap sesaat setelah membeli BBM jenis premium di wilayah Kecamatan Rogojampi. Modus yang dilakukan dengan cara memodifikasi tangki mobil APV miliknya.
“Kita mendapatkan ada satu kendaraan APV berwarna cokelat dengan plat P 1604 WF, di mana telah dimodifikasi pada bagian tangki,” jelas Kapolresta Banyuwangi, Kombespol Arman Asmara Syarifudin, Minggu 22 Maret 2020.
Kendaraan ini ditangkap di area parkir sebuah rumah makan. Petugas kemudian mengecek kendaraan tersebut secara detail. Benar saja, tangki BBM mobil ini telah dimodifikasi sedemikian rupa.
Di bagian belakang, dibuat tangki tambahan yang bisa memuat sekitar 40 liter BBM. Di bagian tengah, jok mobil sudah dibuka dan diganti dengan tangki modifikasi yang bisa memuat sekitar 80 liter BBM.
Pelaku bersama kendaraannya kemudian dibawa ke Polresta Banyuwangi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hasil interogasi awal, Tukiran memang sengaja memodifikasi tangki mobil agar bisa membeli BBM yang mendapatkan subsidi dari pemerintah itu dalam jumlah banyak.
“BBM yang dibeli dengan mobil itu kemudian dipindahkan ke jerigen untuk selanjutnya dijual eceran dalam kemasan botol,” tegasnya.
Selain diecer di rumahnya sendiri, tersangka juga mengecerkan premium itu ke beberapa desa di sekitar tempat tinggalnya. Satu botol yang isinya kurang lebih satu liter dijual tersangka dengan harga Rp8.500. Padahal dia membeli BBM jenis premium ini hanya seharga Rp6.450 per liternya.
“Tersangka mengaku sudah menjalankan aktivitasnya ini selama kurang lebih satu tahun,” terang Arman.
Selain mobil yang tangkinya sudah dimodifikasi, dalam kasus ini Polisi menyita barang bukti berupa BBM jenis premium sebanyak 197 liter. Dalam mobil itu Polisi juga menemukan sebilah parang yang menurut tersangka digunakan untuk berjaga-jaga.
Dari pengakuan tersangka, dia melakukan kejahatan ini atas alasan ekonomi. Pekerjaan sehari-harinya sebagai pembuat jamur sepertinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Hasilnya untuk menghidupi keluarga,” jelasnya.
Tersangka dijerat dengan pasal 53 huruf b dan d Undang-Undang RI No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sub pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 12 tahun 1951.