Moderasi Beragama Telah Lama Ada, Ini Penjelasannya
Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir bangsa Indonesia sejak lama sudah ditanamkan dengan pebedaan-perbedaan. Perbedaan itu misalnya tidak adanya pemaksaan dalam beragama, sehingga tertanam sikap saling menghargai.
“Hal yang paling pokok menerima perbedaan itu dicoretnya tujuh kata saat para tokoh bangsa merumuskan konstitusi dan dasar negara, Pancasila,” katanya, dalam perhelatan seminar di UIN Jakarta.
Menurut alumni FAH UIN Jakarta itu, seandainya bangsa Indonesia tidak menerima perbedaan, hampir dipastikan Negara Indonesia akan bubar. Namun, dengan munculnya sikap moderasi beragama itu, Negara Indonesia hingga kini tetap kokoh berdiri.
Dalam analogi yang sama, Abdurrahman mengatakan bahwa seorang mahasiswa baru secara mental sudah disiapkan dengan berbagai keterbukaan. Jika semasa siswa diberi pelajaran yang hanya fokus pada satu masalah, maka saat memasuki dunia akademik, mahasiswa diberi bekal ilmu dan membuka diri sesuai dengan bidang yang dipelajari.
Kemudian, jelasnya, di dunia akademik mahasiswa akan dihadapkan pada berbagai perbedaan. Mahasiswa akan menemukan analogi, perbandingan, dan argumentasi guna mencari apa yang dianggap paling tepat.
“Karena itu, berdiskusi dan berargumentasi di dalam dunia akademik memerlukan pengetahuan yang luas,” katanya, dikutip ngopibareng.id, Minggu 1 September 2019.
Dengan demikian, sebut Abdurrahman, mau tidak mau, mahasiswa sejak awal harus sudah menghormati perbedaan. Di dunia akademik, mahasiswa sejak awal dididik untuk belajar terbuka dan berargumentasi serta pada saat yang sama juga belajar menghormati perbedaan.
“Nah, kalau sudah terbuka, tanpa disadari, kita sudah bersikap moderat. Tidak memaksakan pendapat terhadap orang lain,” ujarnya.
Untuk itu pula, katanya, dalam soal sikap saling menghargai tersebut, maka tidak masalah ketika ada seseorang yang menjadi rektor, dekan, atau ketua dewan mahasiswa. Sebab, dalam konteks perbedaan tadi, pendekatan yang dikedepankan adalah berdasarkan kepada kapasitas atau kemampuan.
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, Islam washatiyah dapat terwujud apabila setiap individunya senantiasa membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan mengamalkannya. Esensi dari ilmu dengan beragam cabangnya memungkinkan membentuk manusia menjadi pribadi yang dapat saling menghargai antar sesama.
Kiai Said menambahkan, sejak turunnya Islam yang dibawa oleh Baginda Nabi Muhammad Saw, tidak pernah tersirat atau pun tersurat untuk saling membenci, mencaci dan memusuhi sesama, baik yang seagama maupun bukan.
“Selama tidak ada pelanggaran hukum, siapa pun dia bukan musuh kita. Karena memang Allah menciptakan manusia bukan untuk saling membenci dan bermusuhan,” kata Kiai Said.
Advertisement