Moderasi Beragama Tak Sebatas Konsep, Wujudkan Ketangguhan Umat
Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Prof Amany Lubis mengatakan, moderasi beragama memang merupakan terjemahan harfiah dari wasathiyatul Islam. Namun, sekarang ini sudah lebih diperluas menjadi sebuah konsep dalam bahasa Indonesia.
"Artinya, suatu keadaan masyarakat yang tangguh, di mana masyarakat dapat hidup dalam suasana harmonis, toleran, adil, peduli, dan berkasih sayang. Semua suasana yang memang membantu mereka untuk menyelesaikan berbagai masalah," tutur Amany Lubis, Ketua MUI Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga (PRK), yang pada Sabtu 31 Juli 2021 tampil dalam diskusi MUI.
Menurutnya, moderasi beragama bisa juga didefinisikan sebagai sikap atau tindakan yang lebih mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan kelompok atau golongan. Itu menandakan bahwa sikap kita selalu berusaha untuk menjaga keadilan dan perdamaian dalam konteks bernegara dan bermasyarakat.
Sementara itu, moderasi beragama diletakkan dalam konteks bernegara. Jadi, konsep moderasi beragama bukan hanya tentang agama atau menggali prinsip-prinsipnya dari Islam, tapi moderasi beragama juga berimplikasi dalam konteks bernegara dan bermasyarakat.
Wujudkan Ketangguhan Masyarakat
"Mengapa bernegara? Sebab, seperti yang kita tahu, misalnya, waktu MUI menggelar Musyawarah Nasional IX pada 2015 di Surabaya. Di dalamnya, terdapat pembahasan tentang prinsip-prinsip wasathiyatul Islam. Termasuk di dalamnya adalah kehidupan yang berperadaban, yang inovatif dan kreatif, dan kewarganegaraan atau al-muwathanah, citizenship. Hal itu juga menjadi salah satu prinsip moderasi beragama," tutur Amany Lubis.
Jadi, memang moderasi beragama bukan hanya dari agama Islam, melainkan juga terkait tata cara hidup dalam suatu negara-bangsa. Tujuannya adalah mewujudkan persaudaraan, keadilan, saling menghormati, peduli, dan juga saling toleran antarelemen bangsanya.
Indikator Moderasi Beragama
Menurut Ketua MUI Bidang Perempuan Remaja dan Keluarga ini, indikasi moderasi beragama adalah menerapkan prinsip-prinsip yang mengetengahkan perdamaian. Cara-cara untuk mencapai perdamaian itu adalah dengan toleransi, saling menghormati, dan saling peduli.
"Tiap anggota masyarakat tidak mementingkan diri sendiri atau golongan. Kemudian, mereka juga menghindari konflik sekaligus menghormati perbedaan," tuturnya.
Kalau dalam konteks negara, menurut Amany, kita harus menjaga perdamaian itu, stabilitas, serta membangun dan berkontribusi positif dalam pembangunan nasional. Baik laki-laki, perempuan, generasi muda, maupun yang senior—kita semua harus sama-sama menjaga keutuhan negara dan kesejahteraan bangsa.
Wujudkan Moderasi Beragama
Untuk mewujudkan moderasi di internal dan antarumat beragama ada beberapa jalan. Di antaranya, menurut Amany Lubis, yang juga Ketua PP Muslimat NU:
Pertama, kalau di internal umat agama, misalnya sama-sama umat Islam maka kita harus saling memahami, menghormati, dan menghargai perbedaan. Yang terkait intraagama ini berarti harus saling menghormati. Bukan hanya menghormati persoalan ritual, melainkan juga menghargai pemikiran, tokoh-tokoh, ulama, atau cendekiawan di satu golongan.
"Mengapa saya sebut satu golongan? Karena nanti kalau berhubungan dengan antaragama, yang berlaku adalah lakum diinukum waliyadiin. Artinya, hubungannya itu adalah bahwa kita tidak mencampuri urusan ritual atau ibadah agama lain," tuturnya.
Prinsip-Prinsip Islam Dikedepankan
Namun, selama kita masih satu golongan, dengan prinsip-prinsip Islam yang dijalankan maka kita harus bisa berdamai, menghormati perbedaaan, dan hidup saling mendukung. Perlu dibangun solidaritas supaya bisa membangun masyarakat dan melaksanakan pembangunan.
Soal peran negara dalam merawat kerukunan, lebih jauh dijelaskan Amany Lubis. Menurutnya, moderasi beragama yang diterapkan negara adalah menghormati semua agama. Tidak ada diskriminasi terhadap suatu agama. Kemudian, moderasi beragama itu menjadi mainstream atau prinsip utama dalam pembangunan nasional dan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
"Dan, memang sejak 2019 lalu pemerintah Indonesia ssudah memasukkan prinsip moderasi beragama sebagai salah satu asas dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024. Jadi, sudah menjadi mainstream. Mengapa? Karena ternyata moderasi beragama itu bukan hanya berkaitan dengan ajaran agama, melainkan juga kultur masyarakat ataupun adat istiadat.
"Saya menghargai pemerintahan kini karena hal itu sudah bisa dilakukan. Namun, perwujudannya bagaimana dan sejauh mana moderasi beragama itu dipahami di semua kementerian, harus kita kawal terus. Kami dari kalangan kampus ataupun cendikiawan terus ingin mengupayakan itu." Demikian Amany Lubis menjelaskan, seperti dilansir republika.id.
Advertisement