Modal Lidah Jepang, Kini Punya Restoran yang Kondang
Untung saya datang lebih awal. Jika tidak pasti tak kebagian kepala ikan salmon bakar yang rasanya begitu istimewa.
Mana ada restoran menyajikan kepala ikan salmon? Restoran Saga. Khusus menyediakan menu masakan Jepang.
Ini bukan restoran besar. Menempati salah satu ruko di Darmo Park Dua. Di Jalan Mayjen Sungkono Surabaya.
Berjajar dengan restoran lainnya. Di depannya ada toko alat-alat olahraga. Jika malam, lampu sekitarnya tak begitu terang.
Tapi jangan tanya yang datang. Sejumlah keluarga mangalir memenuhi restoran itu. Terbanyak ekpatriat Jepang.
Restoran Saga semula memang didirikan untuk melayani para ekpatriat Jepang. Itu terjadi di tahun 1997. Ketik itu ada 800 ekspatriat dari negeri Sakura itu di Surabaya.
"Mereka minta saya bikin restoran Jepang," kata Edy Sudibyo, pemilik restoran Saga.
Ia bercerita, saat itu ada 800 ekapatriat Jepang di Surabaya. Saat awal PIER (Pasuruan Industrial Estate Rembang). Kawasan industri di Pasuruan.
Mereka kenal Edy karena sering belanja ke Yuki, toko bahan makanan Jepang yang didirikan bersama kawannya dari Jakarta. Toko itu kini bernama Cosmo.
"Waktu itu saya minta waktu 6 bulan untuk mendirikan restoran ini," tuturnya. Sejak restoran berdiri, merekalah para pelanggannya.
Dijelaskan jika saat itu belum banyak restoran Jepang. Hanya ada di Hotel Shangrilla. "Mereka bilang bosan kalau terus di sana," tambahnya.
Edy memang punya pengalaman hidup di Jepang. Dua tahun ia belajar dan menjadi pekerja hotel di Iwaki, 500 kilometer utara Tokyo.
Ia tinggal di negeri Matahari Terbit itu sejak 1977 sampai 1979. Kebetulan bosnya di Jepang juga punya banyak restoran.
Hidup dua tahun di negeri itu sudah cukup baginya untuk punya ketajaman selera makanan Jepang. Pengalaman dan ketajaman rasa Jepang itulah modalnya bikin restoran.
Ibaratnya ia berani membuat restoran hanya dengan modal lidah Jepang.
"Dulu di sebelah sini juga ada restoran Jepang. Tapi hanya bertahan selama 8 bulan. Kami yang bertahan hingga sekarang," tambahnya sambil tersenyum.
Restoran Saga memang terus menjaga masakannya otentik Jepang. Meski untuk itu, ia harus selalu menggunakan bahan-bahan dari Jepang.
"Selama ini kami dipasok eksportir bahan-bahan baku masakan Jepang dari Jakarta. Hanya beberapa yang dari dalam negeri," tutur Edy.
Namun, kini pasokan bahan makanan asli Jepang hanya bisa masuk 100 item. Tidak bebas seperti dulu. Makanya, beberapa bahan makanan menggunakan bahan dari dalam negeri.
Idamame alias kedele kini sudah bisa ditanam di Jember. Jadi bisa mendapatkan bahannya dari sana. Demikian juga beras. Sudah ada yang menanam beras Jepang di Indonesia.
''Cuma untuk beras masih belum bisa menyamai beras produksi Jepang asli. Kualitasnya masih di bawahnya. Tapi lumayanlah sudah tersedia di sini,'' kata pria yang masih selalu ikut meladeni pelanggannya ini.
Lantas bagaimana dengan menu kepala ikan salmon bakar. Ini adalah kreasinya sendiri. Dia ngeman bagian atas ikan itu harus dibuang. Padahal, ikan salmon mengandung omega yang tinggi.
Dari situlah Edy lantas melahirkan menu baru. Kepala ikan salmon disajikan dalam menu bakar. Ikan salmo di restoran Jepang biasanya disajikan untuk sasimi. Ikan yang disajikan secara mentah dalam bentuk fillet.
Hampir semua tamu yang saya ajak ke Restoran Saga selalu merasa ingin kembali untuk menikmati kepala ikan salmon bakar. ''Ini enak tenan. Belum ada duanya. Saya pingin lagi kalau ke Surabaya,'' kata Herry Zudianto, Walikota Yogyakarta 2001-2011.
Bahan baku ikan salmon semuanya berasal dari Norwegia. Negeri itu memang dikenal sebagai pengekspor ikan salmon terbesar di dunia. Mereka sudah bisa membudidayakan jenis ikan ini.
Restoran Saga tergolong restoran Jepang salah satu restoran otentik makanan khas negeri sakura. Meski didirikan karena diminta, kini masih terus menjadi jujukan ekspatriat Jepang.
Dengan mempekerjakan 14 orang, Edy berniat akan terus bergelut dengan restorannya. Restoran yang sudah kondang alias terkenal.