Modal Kain Bekas, Jadi Nilai Jual Tinggi dari Tangan Yuniarfi
Kain perca berserakan. Sisa guntingan pola untuk baju ini tampak menggunung tak terpakai. Lantas dengan acuh, seorang penjahit hendak membuangnya sia-sia.
Tak kehabisan ide, anak seorang penjahit itu pun memanfaatkan sisa kain ini menjadi sebuah kerajinan. Namanya Yuniarfi. Berawal dari keresahan melihat tumpukan kain perca, membuatnya ingin mengkreasikan kain bekas ini menjadi sesuatu hal yang miliki nilai jual.
Berbagai hal dikreasikannya dari kain bekas ini. Misalnya saja bros, taplak meja, hiasan toples, hingga tempat tisu. Kesemuanya lalu dia pasarkan melalui teman dekat pun media sosial.
"Awal merambah ke dunia usaha dengan membuat hiasan rumah pada tahun 2009. Terus waktu ada tamu saat lebaran minta dibikinkan dan akhirnya banyak yang minat," ujar wanita yang beralamatkan di Jalan Dr. Soetomo Telogo Patut, Gresik ini.
Tidak hanya memakai bahan bekas dari kain perca saja, dia juga menambah manis kerajinannya dengan hiasan dari kain flanel.
Namun kini, melihat permintaan pasar yang cukup beragam, Yuniarfi pun berinovasi untuk menggeluti kerajinan rajutan. Menilik dari melejitnya penikmat produk rajutan, membuatnya ingin terus berkarya di bidang ini.
Tak hanya itu, penikmat produk flanel dan kain perca yang kian menurun, membuat langkahnya semakin mantap menerjuni usaha rajut.
"Awal mula usaha memang di kerajinan kain flanel, tapi setelah lama-lama kok turun soal pemasarannya dan akhirnya saya coba inovasi baru dengan rajut," ujar wanita berkerudung ini.
Untuk menarik minat pasar, dia mengaku memikirkan beberapa produk rajutan yang tidak biasa ditemui di toko, namun unik dan banyak yang mencari. Misalnya saja rajutan untuk tirai dan sepatu bayi.
Sementara pemasarannya, awalnya Yuniarfi hanya memakainya sendiri. Namun banyak temannya yang akhirnya tergoda dan memesan. Kini, produknya seperti sepatu bayi pun laris manis dijual di toko-toko bayi.
Dia juga mencoba peruntungan untuk menjual produknya di toko daring. Namun, minimnya tenaga untuk proses produksi rajutan membuat penjualan ini belum maksimal.
"Penjualan di online masih belum maksimal karena sulit mengatur waktunya, jadi saya akhirnya jualan yang ready stock aja. Karena tenaganya ndak ada hanya saya sendiri," katanya.
Yuniarfi mengaku lebih fokus membuat sepatu bayi lantaran penjualannya cukup cepat ibarat menjual kacang goreng. Dalam sehari, dia mampu mencipta dua pasang sepatu.
Untuk harganya, sepasang sepatu dipatok dengan harga Rp. 30.000 hingga Rp. 35.000.
Gabung di UKM Binaan Semen Indonesia
Setelah sukses membuat berbagai kerajinan tangan yang mempunyai nilai jual. Yuniarfi memilih melebarkan sayapnya dengan memilih gabung menjadi mitra binaan Semen Indonesia.
Ini dilakukannya karena melihat para temannya banyak yang berhasil setelah mengikuti UKM Binaan dari Semen.
"Saya pertama melihat di Semen ada expo tiap tahunan, apalagi di sana ada pameran flanel seperti apa yang saya lakukan, tapi saya berani bersaing dan bagus punya saya. Dan akhirnya saya ikut pameran tapi sewa stan," ucapnya.
Selain itu, ia mengaku dengan masuknya di UKM binaan Semen Indonesia ini banyak yang ia dapat. Mulai dari cara pemasaran hingga pelatihan.
"Gabung ke Semen Indonesia, mulai tahun 2011, dan apa yang saya dapatkan ini banyak, mendapat pengalaman, banyak teman, juga mendapatkan ilmu soal pemasarannya," tukasnya.
Namun, Yuniarfi tak terlalu memikirkan soal modal pinjaman yang diberikan. Yang terpenting menurutnya, adalah pengalaman yang didapat dan produk yang dihasilkan dapat terbantu menjangkau pasar luar Gresik.
"Apalagi soal modal pinjaman, terlebih usaha yang saya rintis ini tak perlu uang banyak, karena harga benang juga tidak mahal. Jadi saya lebih berterimaksih atas bantuan pemasarannya," katanya.
Ke depannya, Yuniarfi ingin membuat toko sendiri, dan berbagai ilmu merajut untuk masyarakat di kampungnya. "Saya ingin memberdayakan anak-anak sekolah di sekitar kampung sini untuk bersama-sama membuat kerajinan tangan," harapnya. (hrs)