Mobil Mogok, Mobil Esemka, dan KPK Kita
Mobil kepresidenan, yang mereknya Mercedes-Benz itu, mogok lagi. Saat melintas di Taman Digulis, Kota Pontianak, Kamis 5 September 2019. Presiden Joko Widodo (Jokowi), pun harus dipindahkan ke mobil cadangan.
"Ya biasa. Kan lebih dari 10 kali mogok," ungkap Pak Jokowi kepada wartawan yang mengikuti kunjungan kerjanya. Perbincangan tentang mobil dan Pak Jokowi memang menarik.
Apalagi, Jumat, 6 September 2019, Pak Jokowi mampir ke Boyolali. Meresmikan pabrik Mobil Esemka di pabriknya, PT Solo Manufaktur Kreasi (Esemka). Kabarnya, beberapa produknya siap dipasarkan.
Saking bangganya, Pak Jokowi juga naik salah satu produknya. Model pick up warna putih, bernama Bima. Memang, sekilas mirip sekali dengan mobil bikinan China, Changan bernama Star Truck.
Kritik lainnya juga muncul. Karena dengung mobil nasional tidak terwujud. Namun, untuk kritik itu, Pak Jokowi punya jawaban sendiri.
“Kendati Esemka bukan mobil nasional, sebagai produk dalam negeri, tentu kehadirannya memberikan efek penting bagi pergerakan ekonomi,” tulis mantan Gubernur DKI Jakarta di media sosialnya.
Memang, Esemka sangat identik dengan mantan Walikota Solo ini. Maklum, Pak Jokowi yang mempopulerkan merek ini. Semua bermula pada 12 Januari 2012.
Saat itu, Pemkot Solo menerima dua unit mobil Esemka tipe Rajawali (SUV). Cuma yang ini, fabrikasi siswa SMK bukan pabrikan beneran. Yakni karya siswa SMK Negeri 2 Surakarta dan SMK Warga Surakarta.
Entah bagaimana cerita munculnya nama Esemka. Apakah karena diproduksi siswa SMK, atau karena arti lain. Dalam Bahasa Jawa, kata esem sendiri bermakna senyum.
Rencananya, keduanya akan digunakan jadi mobil dinas. Mobil berplat AD 1 A untuk Pak Jokowi. Satunya, berplat AD 2 A untuk Pak Hadi Rudyatmo, wakil walikota.
Sayangnya, mobil itu hanya berumur dua hari. Kedua mobil itu harus dikandangkan. Pokok soal, kelengkapan surat-suratnya belum ada.
Tapi itu cerita lain. Yang pasti, walau umurnya cuma dua hari, peristiwa itu sudah bikin heboh se-Indonesia. Kembang cerita melebar ke seluruh penjuru mata angin.
Pak Jokowi memang cerdik. Untuk yang satu ini, kita harus mengakui. Mobil esemka akhirnya dikejar para pemburu warta.
Untuk memaksimalkan daya viralnya, beliau juga menggelar acara penting. Wilujengan dan Jamasan Mobil Esemka. Dilakukan pada Kamis, 23 Februari 2012.
Sehari sebelum mobil dinas itu dikirim ke Serpong, Tangerang. Tepatnya ke Balai Thermodinamika Motor dan Propulsi (BTMP), untuk uji emisi. Yang nyetiri, wakilnya Pak Jokowi sendiri.
Layaknya upacara adat Jawa, Pak Jokowi menyiapkan satu set tumpeng. Lengkap isinya. Dari nasi gurih, ingkung, sambel goreng ati, hingga kedelai hitam.
Mobil dimandikan dengan air dari tujuh mata air dan bunga setaman tujuh warna. Pak Jokowi memakai beskap lengkap. Mobil dihias dengan untaian kembang setaman di seuruh bagian. Saat mobil dilepas, diiringi juga oleh tarian 45 buto (raksasa).
Pak Jokowi, saat itu, menyampaikan ritual jamasan dilakukan untuk benda yang dianggap penting. Yang juga berpengaruh pada jiwa seseorang. “Kita berdoa untuk keselamatan Esemka dalam perjalanan dan kesuksesan uji emisi Esemka," jelasnya kepada wartawan.
Selepas itu, kabar mobil Esemka naik dan turun. Datang dan hilang. Tapi satu yang pasti, karir politik Pak Jokowi terus menanjak, meroket. Entah, apakah karena efek jamasan itu.
Esemka mengantarnya ke gerbang popularitas. Walikota dari kota kecil pinggiran yang jadi harapan baru. Itulah jalan yang mengantarnya ke Istana Merdeka.
Kini, ada kendaraan lain yang juga butuh dukungan penuh Pak Jokowi. Kalau perlu dibuatkan jamasan. Kendaraan itu KPK. Alat negara yang paling ditakuti para koruptor.
Awalnya adalah proses pemilihan komisionernya menuai perhatian publik. Publik ramai atas kandidat yang dianggap bermasalah. Tapi, Pak Jokowi tetap mengirim 10 nama ke DPR.
Pukulan kedua datang lagi. Yakni hasil rapat paripurna DPR RI pada Kamis, 6 September 2019. Tanpa riak penolakan, semua partai setuju UU KPK direvisi.
Dukungan bulat ini, tentu memunculkan pertanyaan. Ada apa dengan para politisi kita? Tapi, dua hal tadi sudah membuat KPK kembang kempis, bahkan berkeringat dingin.
Tak heran, KPK pun menggelar jumpa pers, Kamis 5 September 2019. “Kami harus menyampaikan kepada publik bahwa saat ini KPK berada di ujung tanduk," ungkap Pak Agus kepada wartawan.
Seirama dengan para komisioner, pegawai KPK juga menyatakan sikap. Bikin aksi “Tolak Revisi UU KPK” di gedung KPK, pada Jumat, 6 September 2019.
Pasalnya, dalam draft RUU yang beredar, beberapa penyangga kekuatannya dilolosi. Misalnya, adanya dewan pengawas. Lantas, penyadapan hingga penggeledahan harus seizin dewan pengawas.
Bisa jadi, gebrakan Operasi Tangkap Tangan (OTT), akan menghilang dari berita kita sehari-hari. Masih ada juga, klausul penghentian kasus. Selain itu, hanya penyidik dari Kepolisian dan Kejaksaan yang bisa bertugas.
Bila draft revisi ini melenggang dan disahkan, sepertinya nasib KPK akan seperti mobil kepresidenan yang sekarang. Sering mogok saat mengejar koruptor.
Ajar Edi, kolomnis “Ujar Ajar” di ngopibareng.id