Mita Berliana Tulis Pengalaman Indigonya dalam Sebuah Novel
Mita Berliana, mahasiswi Universitas Negeri Malang (UM), Jurusan Biologi 2017 ini, menuliskan pengalaman indigonya semasa SMA dulu, dalam sebuah novel berjudul "Kayaminaki".
Dalam novel tersebut, Mita menceritakan tokoh utama yang diberi nama Shafiyyah. Ia ingin menguak kasus pembakaran seorang gadis SMA bernama Kayaminaki.
Oyama, seorang pemuda misterius, rupanya juga mencari jawaban atas terbunuhnya Kayaminaki. Penyelidikannya tersebut lantas membuat Shafiyyah mengetahui bahwa guru SMA-nya sendiri Miss Sharon seorang penyihir jahat.
Prolog cerita itulah yang menjadi latar novel tersebut. Novel yang mengambil setting cerita di Jepang ini, terbit sejak 2018 lalu.
"Jadi waktu SMA aku pernah indigo. Pengalaman aneh-aneh itulah kujadikan cerita. Terus kok ketagihan, yaudah akhirnya aku tulis setiap hari sampai jadi cerita yang runtut," terang Mita Berliana pada acara bedah buku "Kayaminaki" di Kafe Pustaka UM, Selasa 12 November 2019.
Didorong oleh rasa stres yang menghantuinya, Mita Berliana lalu menumpahkan semuanya dalam tulisan cerita yang kemudian dijadikan novel.
"Ya dulu karena nggak tahu mau ngapain akhirnya nulis aja. Untungnya semakin berkurang stresnya. Aku sering merasa berada di antara alam kehidupan dan kematian," ujarnya.
Kayaminaki sendiri merupakan penggambaran makhluk yang sering dilihat oleh Mita Berliana semasa SMA. Ia mengungkapkan dirinya bisa berinteraksi dengan makhluk halus. Itulah yang menjadikan referensi dirinya menulis novel "Kayaminaki".
Mita Berliana menghabiskan waktu sekitar dua tahun dalam pengerjaan novel tersebut, yang meliputi pembentukan tokoh utama sampai penulisan alur cerita. Untuk proses editing dari penerbit Ellunar memakan waktu 1 tahun.
"Awalnya cuma buat aku sendiri. Tapi pas temen-temenku baca, mereka senang. Terus mendorong aku menerbitkan buku ini," ujar Mita Berliana.
Dirinya merasa cukup lega, kemampuannya yang sempat dibilang aneh itu bisa menjadi sebuah karya. "Ya, apalagi aku sempat dijauhi sama teman-temanku gara-gara kemampuan indigoku," terang Mita.
Sebagai seorang alumni sebuah pondok pesantren (ponpes) di Malang, Mita Berliana juga menggambarkan sebuah asrama putri yang dianggapnya penuh aturan dan tidak bebas.
"Iya, itu juga ada di sekolah. Padahal hal yang begitu itu nggak penting. Bukannya sekolah harus jadi tempat yang nyaman buat menuntut ilmu. Nah, kritik itulah yang aku masukkan ke tokoh-tokoh juga jalan cerita dalam buku itu," jelas Mita Berliana.
Ia menambahkan, setiap Kamis, para santriwati di asrama tersebut harus menghafalkan peraturan-peraturan sekolah dan diuji.
"Barangsiapa yang tidak hafal, maka akan terkena hukuman". Demikian bunyi aturan tersebut. Alhasil, novel ini merupakan bentuk kritik Mita Berliana pada sekolahnya tersebut.
Mita Berliana berencana mengeluarkan sekuel kedua novel "Kayaminaki". Ia mengungkapkan saat ini dalam tahap melakukan riset untuk mengumpulkan bahan cerita.
"Doakan saja buku aku bisa sukses. Risetnya masih aku kerjakan dibantu sama temen-temen. Pokoknya harus semangat," tutupnya.