Miris Kasus Penyiksaan Hewan
Indonesia menjadi sorotan dunia, bukan karena prestasinya. Kali ini, Indonesia disebut negara nomor satu di dunia sebagai pengunggah konten penyiksaan hewan. Menurut Asia For Animals Coalition, Indonesia adalah negara nomor satu di dunia yang paling banyak mengunggah konten kekejaman terhadap hewan di media sosial. Dari 5.480 konten yang dikumpulkan, sebanyak 1.626 konten penyiksaan berasal dari wilayah Indonesia.
Dalam laporan terbaru, Digital Civility Index (DCI) Microsoft 2020, Indonesia juga menduduki peringkat pertama sebagai penyiksa hewan. Kasus penyiksaan hewan yang masih menjadi perbincangan hangat saat ini adalah pembantaian anjing liar di Mandalika, pada November 2021 lalu atau jelang World Superbike (WSBK).
Kasus penyiksaan hewan yang kemudian banyak dijadikan konten oleh para pengguna media sosial di Indonesia, merupakan persoalan kritis bagi negara ini. Tim Animal Defender Indonesia akhirnya mencoba melakukan penelusuran tentang penyebab kasus tersebut.
Setelah dilakukan proses pemeriksaan terhadap dua bangkai anjing yang tersisa di laboratoriaum Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya, didapatkan hasil bahwa tidak ada racun melainkan bekas bacok dan jeratan tali.
“Ada resapan darah di rongga mulut, rongga hidung, tenggorokan, rongga dada, paru-paru. Ada makanan yang belum dicerna pada perutnya. Dia masih hidup saat dijebak dengan makanan, lalu dijerat lalu dipukul/dibacok dengan senjata tajam” dikutip dari akun Instagram bercentang biru @doniherdanu, sang penyelamat ribuan satwa dan juga menginisiasi organisasi Animal Defenders Indonesia.
Kasus pembantaian anjing liar di Mandalika ini adalah satu dari banyaknya kasus penyiksaan terhadap hewan di Indonesia. Menurut pendapat Aristoteles, sesungguhnya, manusia juga disebut sebagai zoon politicon. Zoon sendiri berarti hewan, jadi manusia adalah hewan yang bermasyarakat
Tidak hanya manusia, hewan juga punya perasaan. Hewan juga bisa kita jadikan sebagai teman, sahabat, bahkan keluarga.
Aturan Hukum
Indonesia sudah memiliki aturan tentang hukuman bagi pelaku penyiksa hewan. Di antaranya termuat dalam Pasal 302 dan 406 ayat (2) KUHP. Berdasarkan aturan ini, ancaman hukuman penjara tiga bulan penjara bagi yang melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan.
Jika penganiayaan itu menyebabkan hewan tersebut sakit lebih dari satu minggu, luka berat, cacat, hingga kematian, maka ancaman hukumannya mencapai sembilan bulan penjara. Sementara, Pasal 406 ayat (2) menyebut pembunuhan hingga penghilangan hewan milik orang lain mendapat ancaman hukuman dua tahun dan delapan bulan penjara.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut manfaat positif memelihara hewan:
1. Sebagai bentuk stress release, memelihara hewan sangat baik untuk kesehatan mental kita. Hewan akan membantu menumbuhkan rasa empati, tanggung jawab, dan disiplin. Hal ini sangat baik dianjurkan pada anak-anak.
2. Berdasarkan penelitian terbaru dari University of New York, purring atau dengkuran kucing mampu menurunkan tekanan darah dan kolesterol pemilik kucing. Memelihara kucing juga dapat menurunkan 40 persen risiko serangan jantung. Bermain dengan kucing dapat menenangkan saraf-saraf di tubuh dan meningkatkan imunitas tubuh.
3. Menemani dan menjaga lansia. Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia dengan penyakit Alzheimer akan merasa lebih rileks, bahagia, dan merasa terhibur bila ia memiliki hewan peliharaan di rumah.