Miris, 83 Staf WHO Lakukan Kekerasan Seksual pada Warga Kongo
Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) diguncang skandal memalukan. Penyelidik independen lembaga tersebut mengungkap sedikitnya 80 kasus kekerasan seksual dalam penanganan Ebola di DRC Kongo, sejak 2018 hingga 2020. Mirisnya, ada 83 staf WHO yang diduga melakukan kekerasan seksual pada para perempuan rentan, di antaranya korban tindak perkosaan.
Laporan Penyidik Independen
Temuan itu muncul dalam laporan yang diserahkan Komisi Penyidik Independen WHO, pada Selasa 28 September 2021.
Laporan setebal 35 halaman itu mengungkap sebanyak 83 staf WHO, baik staf lokal pun tim WHO internasional, melakukan kekerasan seksual di DRC Kongo, sepanjang 2018 hingga 2020.
Laporan itu terungkap setelah tim penyidik mewawancarai puluhan perempuan korban kekerasan seksual para staf WHO itu.
Penyidik pun berhasil menemukan 83 terduga pelaku kekerasan seksual, baik berkebangsaan Kongi maupun warga asing. 21 kasus di antaranya bisa dipastikan dilakukan oleh staf yang diturunkan untuk menangani wabah Ebola.
Modus Kekerasan Seksual
Dalam laporan itu terungkap modus yang dilakukan oleh para predator seksual berkedok staf WHO. Di antaranya, laporan dari Jolianne, korban yang disebut paling muda. Ia mengaku seorang sopir WHO mendatanginya dan menawarkan bantuan untuk mengantarnya pulang, ketika dia menjajakan kartu handphone di tepi jalan di Mangina, April 2019.
Namun bukannya tiba di rumah, Joliane dibawa ke hotel dan diperkosa oleh sopir WHO itu. "Korban juga tidak dibekali dengan bantuan dan dukungan yang dibutuhkan untuk pengalaman yang sangat merendahkan martabat itu," tulis laporan itu dikutip dari Aljazeera, Rabu 29 September 2021.
Laporan lain menyebut, tindak perkosa dilakukan dengan iming-iming penawaran pekerjaan. Bahkan, staf WHO juga memerkosa perempuan korban tindak perkosaan di Kongo.
Kelakukan amoral dari staf WHO di Kongo itu juga menyebabkan kehamilan lantaran banyak yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. Banyak pula korban tindak perkosaan yang dipaksa menggugurkan kandungan.
Skandal Mengerikan
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut temuan itu sangat mengerikan dan meminta maaf kepada para korban. "Ini jadi prioritas tertinggi saya bahwa pelaku tidak dimaafkan tapi dimintai pertanggungjawaban," katanya dalam konferensi pers.
Temuan itu juga membuat Direktur Regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti terkejut dan hancur. "Kami meminta maaf pada para korban, atas penderitaan yang diberikan dari staf kami, dan akibat orang yang kami kirim ke komunitas mereka," katanya. (Alj)
Advertisement