Miris, 745 Ribu Buruh Meninggal Akibat Jam Kerja Panjang
Jam kerja yang panjang membunuh ratusan ribu buruh setiap tahunnya, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Jam kerja panjang menyebabkan gangguan jantung dan stroke, dengan menewaskan 745 ribu buruh sepanjang 2016.
Buruh di Asia Tenggara Banyak Terdampak
Penelitian yang dilakukan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) itu menunjukkan sepertiga dari buruh yang meninggal akibat jam kerja yang panjang adalah buruh di usia 50 tahunan dan laki-laki berusia tua.
Sering kali, kematian muncul pada masa yang cukup lama setelah buruh terpapar beban kerja yang panjang.
Penelitian juga menyebut buruh di Asia Tenggara dan Pasifik Barat banyak terpapar jam kerja panjang dan paling banyak mengalami kematian. WHO juga menyebut pandemi bisa jadi memperparah kondisi ini.
Selain itu, penelitian menyebut jika bekerja 55 jam atau lebih dalam sepekan berkaitan dengan 35 persen potensi stroke lebih tinggi, dan 17 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit jantung, jika dibandingkan buruh dengan jam kerja antara 35 hingga 40 jam seminggu.
WFH dan Perekonomian Melamban
WHO menyebut tren kerja dari rumah dan perekonomian yang melamban bisa jadi meningkatkan beban kerja. "Kami memiliki sejumlah bukti, jika negara melakukan lockdown, jam kerja meningkat 10 persen," kata petugas teknis WHO, Frank Pega, dilansir dari BBC , Senin 17 Mei 2021.
Penelitian juga menyebut jika bekerja dengan jam yang panjang berkaitan dengan sepertiga penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan.
Peneliti percaya, ada dua kaitan jam kerja panjang dengan kesehatan yang buruk. Pertama, berkaitan dengan respon mental tubuh terhadap stres, dan kedua jam kerja yang panjang mendorong perilaku yang menyakiti jantung, seperti konsumsi tembakau, alkohol, kurang tidur dan kurang olahraga, serta diet yang buruk. (Bbc)