Minyak Goreng Masih Kisruh, Cabai di Bojonegoro ikut Naik
Kebutuhan dapur dari minyak goreng mahal dan langka, ukuran tahu dan tempe yang mengecil, jadi perbincangan. Yang terakhir, para Ibu-ibu di Kabupaten Bojonegoro mengeluhkan harga cabai yang terus merangkak dalam satu pekan ini.
Jenis cabai yang naik yaitu cabai tampar yang harganya biasanya Rp 40.000 per kilogram, naik menjadi Rp 52.500 per kilogramnya. Begitu juga dengan jenis cabai rawit yang harganya dari Rp 42.500 naik menjadi Rp 52.500 per kilogramnya. Sementara untuk cabai hijau, harganya masih stabil yaitu di kisaran Rp 35.000 per kilogramnya.
Kenaikan harga tersebut merata di tiga pasar di Kabupaten Bojonegoro. Yaitu Pasar Besar Kota Bojonegoro, Pasar Banjarejo dan Pasar Kecamatan Kapas. Naiknya bumbu dapur berasa pedas itu terjadi dalam satu pekan ini.
Diperkirakan hingga tutup bulan Februari ini, harganya kemungkinan terus naik.” Naik terus pelan-pelan,” ujar seorang Ibu rumah tangga, Ibu Totok, 42 tahun, pada ngopibareng.id, Sabtu 2 Februari 2022.
Menurutnya, harga cabai yang ikutan naik ini, tentu saja membuat dirinya dan para Ibu rumah tangga lain jadi pusing. Karena, lonjakan harga barang ini bersamaan dengan minyak goreng yang harganya naik dan langka.
Juga harga bawang merah, yang ikut naik hingga Rp 45.000 per kilogramnya dari harga sebelumnya Rp 35.000 per kilogramnya. “Ya, ikut pusing, karena jelas menyesuaikan dengan belanja harian,” tandas perempuan yang kerja di sebuah perusahaan swasta di Kota Bojonegoro ini.
Tidak hanya Ibu-ibu rumah tangga yang protes harga cabai naik, para pelaku usaha juga mengeluh harga bumbu dapur. Seperti pemilik warung makan, penjual nasi goreng, bakso dan mi goreng.
Mereka menyebutkan, harusnya harga ideal cabai rawit itu di kisaran Rp 40.000 per kilogramnya. Jadi, jika harganya naik sampai di atas Rp 50.000 per kilogramnya, maka perlu berpikir ulang untuk menyiasati.
Misalnya takaran membuat sambal goreng dikurangi, atau juga dengan cabai kering.”Pintar-pintarnya kita aja mengurangi porsi sambal. Tetap pedas tapi cabai dikurangi,” tegas Sukadi, penjual nasi goreng di kawasan Jalan Kartini, Kota Bojonegoro, pada ngopibareng.id, Sabtu 2 Februari 2022. Sukadi menyebut, menggunakan cabai kering, tetap jadi salah satu jalan keluar atas naiknya harga.
Tak hanya pedagang dan ibu rumah tangga, naiknya harga cabai juga sudah diantisipasi sejumlah petani di Bojonegoro. Di beberapa tempat di kabupaten ini, mengalihkan lahannya untuk ditanami cabai.
Misalnya di beberapa desa di Kecamatan Malo—berjarak sekitar 18 kilometer arah barat Kota Bojonegoro, telah menanam cabai. Lahan pertanian yang harusnya sekarang musim padi, sebagian dialihkan untuk tanam cabai. ”Ini antisipasi nanti menjelang puasa dan Idul Fitri, yang tinggal 3 bulan lagi,” ujar Purwanti, 51 tahun, warga Kecamatan Malo, Bojonegoro.
Dengan tanam cabai sekarang ini, dia berharap, akan ada selisih harga jika menjelang puasa dan lebaran yang jatuh pada awal bulan Mei 2022 mendatang. “Makanya ada sebagian lahan saya tanami cabai,” tuturnya.
Data di Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro tahun 2021, luas tanaman pelbagai jenis cabai, yaitu rawit, keriting dan cabai hijau sekitar 596 hektare. Lokasinya tersebar merata di beberapa kecamatan. Seperti Kecamatan Kalitidu, Malo, Kasiman, Dander, Padangan, Kapas, Sumberejo dan daerah selatan, seperti Kecamatan Ngraho dan Tambakrejo.
Advertisement