Pengalaman Melawan Covid (1): Minus Plus Minus
PENGANTAR REDAKSI: Fahd Pahdepie, peneliti yang juga penggerak politik anak muda sedang berjuang sembuh melawan Covid-19. Alumni Monash University ini mulai dengan isolasi mandiri sampai dengan dirawat di rumah sakit. Bagaimana ia tahu terpapar Covid? Bagaimana ia melawan virus yang ganas itu? Berikut catatan pengalamannya yang ditulis secara bersambung.
-------------
Bismillah, mulai hari ini saya ikhtiar berbagi tentang perjalanan saya melawan Covid. Ini penyakit yang tidak bisa dianggap sepele. Teman-teman harus punya SOP kewaspadaan dalam menghadapinya, harus punya informasi yang cukup bagaimana dan kapan memutuskan test swab, ke mana dan apa yang perlu dilakukan ketika positif Covid.
Ini hari ke-8 atau 9 saya melawan Covid. Saya baru bisa menulis panjang lagi dalam dua hari terakhir karena kondisi sudah mulai membaik. Sebelumnya sakit kepala hebat, diare, nyeri otot sekujur tubuh, batuk, membuat aktivitas saya terbatas. Sekarang alhamdulillah lebih baik. Saya menulis ini sebagai healing theraphy sekaligus berbagi kepada teman-teman, siapa tahu ada yang bisa dipetik pelajarannya.
Saya termasuk orang yang cukup ketat menerapkan protokol kesehatan. Selalu pakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun atau handsanitizer. Tapi rupanya Covid ini juga soal kondisi tubuh dan daya tahan (imunitas). Saat terpapar, kemungkinan saya sedang sangat kecapekan. Bisa jadi ada virus nempel di baju atau di tempat lain yang tidak saya sadari saat saya membuka masker (misalnya duduk sambil makan).
Sejak Selasa atau Rabu tanggal 15-16 Desember badan saya mulai tidak enak. Seaekali bersin. Mulai nyeri otot. Sumeng. Tapi suhu tubuh normal 36.5⁰C. Kamis saya putuskan tidak kemana-mana dan hanya di kamar. Jumat pagi saya merasa baikan, tapi siang menuju sore badan nggak enak lagi. Saya pun memutuskan pulang cepat untuk istirahat.
Sabtu kondisi masih sama. Flu bertambah dan mulai batuk. Nyeri otot menjalar lebih luas ditambah sakit kepala. Setelah mengisi dua seminar online pagi sampai siang, saya memutuskan mencari test swab karena khawatir. Tapi test swab drive thru antre di mana-mana dan hasilnya paling cepat kaluar Senin karen itu akhir pekan. Saya pun memutuskan ke IGD RSPI untuk mendapatkan anjuran dokter dan ditest rapid sementara untuk memberi ketenangan pulang ke rumah (karena di rumah ada istri dan anak-anak).
Setelah diperiksa, dicek darah lengkap, dan ditest rapid immuno-assay, hasilnya semua bagus dan dinyatakan non-reaktif. Dokter menyarankan boleh pulang dan memberi obat. Saya agak lega tapi masih khawatir, karena saya tahu rapid test mungkin tidak akurat untuk SARS-Cov2 yang baru berkembang. Sebelum pulang, saya meminta tetap diswab, untuk diketahui hasilnya hari Senin.
Apa yang terjadi Senin? Nanti saya lanjut ceritanya. Yang jelas, jangan anggap sepele virus ini. Kalau kena, sakit dan dalam kondisi pandemi seperti ini sulit mendapatkan penanganannya, apalagi jika tidak mempersiapkan diri. (Fahd Pahdepie/Bersambung)
Advertisement