Biodiesel dari Mikroalga Jadi Bahan Disertasi Doktor ITS
Mikroalga merupakan alga berukuran mikro yang biasa dijumpai di air tawar dan air laut. Akhir-akhir ini microalga menjadi komoditas yang banyak dilirik sebagai bahan baku alternatif pembuatan biodiesel.
Hal ini yang mendasari Ummu Kalsum mempertahankan disertasi Doktor Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), di Aula Oedjoe Djoeriman, Jumat 16 Agustus 2019.
Ummu Kalsum mengangkat judul penelitian 'Pengembangan Pembuatan Biodiesel dari Mikroalga dengan Bantuan Microwave secara In Situ'. Dari karangan ilmiah tersebut, memiliki manfaat penting dalam upaya melakukan diversifikasi sumber daya energi di Indonesia.
Lantaran, selama ini biodiesel diperoleh umumnya dari minyak nabati. Sehingga memacu kenaikan harga minyak nabati.
Dari disertasi Ummu Kalsum ini, ditawarkan bahan baku yang cukup melimpah di Indonesia sebagai bahan baku biodiesel yaitu mikroalga. Terlebih menggunakan inovasi penggunaan microwave secara In Situ. Tujuannya untuk mempercepat proses.
Pilihan dan pendekatan yang inovatif dan kreatif dalam upaya pemenuhan kemandirian energi di Indonesia.
Lewat penelitian ini, Ummu Kalsum pun dinyatakan lulus menyandang gelar doktor dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor.
Bertindak sebagai ketua sidang adalah Prof Arief Widjaja, dengan dewan penguji terdiri dari Dr Sri Rachmania Juliastuti, Prof Ali Altway dan penguji eksternal dari Universitas Diponegoro Semarang Prof Abdullah.
Ummu Kalsum yang juga berprofesi sebagai dosen Fakultas Teknik Kimia Universitas Muslim Indonesia (FTI UMI) Makassar ini menyebutkan, mikroalga yang digunakan dalam penelitiannya adalah mikroalga hijau jenis Chlorella Sp, Spirulina platensis, dan Nannochloropsis occulata.
Selanjutnya, perempuan kelahiran 1969 ini memaparkan bahwa mikroalga tersebut memasuki proses transesterifikasi menggunakan katalis homogen, yaitu KOH dan H2SO4, serta katalis heterogen, yaitu ZnO dan ZSM-5.
"Penggunaan katalis tersebut ditentukan oleh lipid yang dihasilkan mikroalga dalam proses ekstraksi. Pada mikroalga yang menghasilkan asam lemak bebas rendah seperti Chlorella Sp, katalis yang digunakan adalah katalis yang bersifat basa. Sebaliknya, untuk mikroalga yang menghasilkan asam lemak tinggi diproses menggunakan katalis asam,” terang Ummu Kalsum
Dalam penelitian ini pula, Ummu Kalsum menggunakan gelombang mikro dari microwave sebagai metode pemanasan menggantikan metode pemanasan konvensional.
"Penggunaan gelombang mikro menyebabkan waktu reaksi yang diperlukan untuk menghasilkan biodiesel lebih cepat. Selain itu, kandungan produk yang dihasilkan dari reaksi menggunakan gelombang mikro lebih banyak daripada menggunakan pemanasan konvensional,” ungkapnya.
Mengenai prospek penggunaan mikroalga sebagai penghasil biodiesel di Indonesia. Ummu Kalsum menerangkan bahwa Indonesia merupakan negara tropis yang mendapatkan paparan melimpah dari sinar matahari.
"Sinar matahari itu sendiri merupakan komponen penting dalam fotosintesis mikroalga. Mikroalga merupakan bahan baku generasi ketiga yang tidak bersaing dengan fungsinya sebagai bahan makanan. Dalam pembudidayaannya, mikroalga juga tidak membutuhkan banyak lahan. Inilah nilai tambah dari pengelolaan mikroalga," jelasnya.
Meskipun demikian, Ummu Kalsum tidak menutup fakta bahwa biodiesel yang dihasilkannya belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).