Migrasi Ideologi di Persyarikatan Muhammadiyah, Ini Faktanya
"Prof Din benar ketika mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah federasi pemikiran — bahkan bukan hanya pemikiran tapi juga federasi ideologi saya bilang. Sebab itu tidak sepenuhnya salah jika ada yang bilang bahwa Muhammadiyah itu Wahabi, Salafi, HTI bahkan terakhir FPI sebab realitasnya memang ada bahkan tumbuh dan berkembang."
Demikian pengakuan Nurbani Yusuf, aktivis Muhammadiyah di Kota Batu, dalam diksusi Esoterika-Forum Spiritualitas, Jumat 18 Desember 2020. Dosen Universitas Muhammdiyah Malang (UMM) lebih lanjut menuturkan berikut:
Meski sudah hampir setengah abad menjadi aktifis Persyarikatan--jujur saya masih belum final menemukan ideologi yang bisa dipahami utuh. Apakah Wahaby atau Dahlaniyah. Puritan atau Tajdid. Tarbiyah atau Salafy. Miring ke kanan atau ke kiri. Selain daripada : Islam Berkemajuan. Yang terdengar sayup-sayup di permukaan.
Berbeda dengan NU yang tegas: Kalam bermazhab pada Al Asy'ary dan Al Maturidy. Fiqh pada mazhab Imam empat. Tasawuf pada Imam Ghazali. Trisula yang kemudian dikenal dengan konsep Aswaja. Dan Aswaja tentu berbeda sangat jauh dengan ke-Muhammadiyahan 1 sks yang diajarkan selama satu semester di sekolah-sekolah kita pada jam terakhir. Jadi jangan heran jika kitab Shifat Shalat Nabi karya Syaikh Al Al Bani lebih memikat ketimbang manhaj Himpunan Putusan Tarjih atau MKCH dan Pedoman Hidup Isllami karya para alim di Muhammadiyah yang perlahan dilupakan.
Kadang Muhammadiyah itu Salafi, kadang juga Wahaby meski ditolak dengan berbagai dalih bahwa bukan Wahaby--juga bukan Salafy. --tapi siapa bisa bedakan aqidah yang dipahami Muhammadiyah dengan aqidah yang dipahami Wahaby tentang Rubbubiyah, Uluhiyah dan Ubudiyah dalam kitab risalah tauhid yang divonis sesat oleh Muhammad Rizieq Syihab. Begitu pula dalam aspek fiqh apakah bisa dibedakan antara Muhammadiyah dan Salafy dalam hal tata cara shalat, wudhu, haji dan ibadah mahdhah lainnya.
Bukankah hampir semua kita belajar tentang kitab Risalah Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan kitab Shifat Shalat Nabi karya Syaikh Al Al Bani ? Lantas apa bedanya jika hanya packaging saja yang beda ? Kalau semangat produk aqidah dan fiqhnya sama ?
Bukankah kita juga punya jargon yang sama: kembali pada Al Quran dan As Sunah. Jargon ini bersifat mujmal dan terbuka bagi siapapun untuk bisa masuk: Kita adalah Muhammadiyah meski dengan manhaj dan ideologi yang berbeda-beda.
Risiko tidak ber-mazhab juga bermakna menerima semua mazhab. Inilah yang kemudian kerap menjadi polemik yang tak kunjung padam. Keterbukaan ideologi Muhammadiyah adalah kekuatannya sekaligus kelemahannya. Migrasi ideologi tengah berlangsung : dari inklusif ke ekslusif, dari modern ke jumud, dari tajdid ke puritan, dari moderat ke radikal ekstrim, dari multikultur ke sektarian, dari kooperatif ke non kooperatif anti rezim.
Kritik ideologi persyarikatan ini menjadi urgen ditengah centang perenang konflik feneomenologis yang berkembang dinamis.
Lantas ideologi Muhammadiyah itu apa ? Ini memang pertanyaan tabu tapi saya harus jujur bertanya ditengah centang perenang pergumulan Ideologi di Persyarikatan terutama menjelang dan usai Pilpres 2019 yang melelahkan.
Banyak yang gelisah melihat beberapa pernyataan dan sikap beberapa pimpinan dan jamaah menghadapi fenomena atau kasus kasus politik--ekonomi--sosial dan soal humanitas lainnya. Ada yang puritan, ada yang radikal bahkan wasathiyah hanya terdengar di permuakaan. Semua terlihat dalam berbagai persepsi.
Apakah riuh gerakan aksi bela Islam bagian dari ghirah atau politisasi. Apakah boikot terhadap Starbucks--Indomaret dan Alfamart adalah sikap wasathiyah. Apakah Sikap anti China--anti Modernisasi adalah Dahlaniyah. Apakah fatwa haram rokok itu bukan Wahabi ? Apalah khilafah bukan HTI. Bahkan FPI dianggap menjadi kanal paling pas untuk menyuarakan kebuntuan politik praktis aktifis Persyarikatan yang selama ini dipasung. Dan banyak pertanyaan lainnya.
Migrasi ideologi ditubuh Persyarikatan tidak hanya bersifat fisik, tapi juga bermakna pada perubahan mainstream--mungkin bajunya masih bersimbol matahari. Tapi mungkin saja isinya telah berubah dan berwarna lain: bersimbol bendera tauhid atau berubah kuning kehitaman atau bahkan bersimbol pedang disilang, semua serba niscaya sebab ideologi memang tak pernah bisa disandera.. ..
Demikian, Wallahu taala a'lam. Penjelasan Nurbani Yusuf, yang juga koordinator Komunitas Padhang Makhsyar.
Advertisement