Mie Nyemek, Mana yang Paling Josss? Langganan Sini Apa Situ?
Mie nyemek. Begitu sebutannya. Bukan bahasa Indonesia utuh sepertinya. Nyemek ini pastinya ungkapan bahasa Jawa. Setara dengan becek. Tidak banyak air. Sekilas saja seperti kelihatan berair.
Tapi kalau dalam makanan tentu bukan becek kan. Bisa diartikan kuahnya sedikit saja. Tidak full kuah seperti dalam soto atau rawon, sop buntut, dll.
Mie nyemek cukup identik dengan sebutan menu khas bakmi Jawa. Bukan mie dok dok yang biasa keliling jalanan Surabaya, Sidoarjo, dan sekitarnya, atau mie kluntung di daerah Blitar, Tulungagung, maupun Kediri.
Bakmie Jawa punya bumbu yang khas. Bumbubya sudah jadi. Tidak membuat dari awal. Berbeda dengan bakmie yang lain, membuatnya harus dari awal. Geprek bawang merah, bawang putih, disiram kocokan telur, kasih merica, dll, langsung di atas wajan panas.
Di Surabaya cukup banyak penjual Bakmie Jawa. Biasanya sudah manggrok. Tapi tetap setia memilih menjadi PKL. Jarang sekali yang memilih menetap dalam bangunan permanen.
Ondomohen. Jalan Ondomohen. Ini jalan yang bak legenda. Persis dalam radius Gedung Balai Kota Surabaya. Seperti legenda juga, menyebut Ondomohen berarti Bakmi Jawa Antroep harus ikut disertakan disebut. Saking lawasnya mangkal di jalan itu. Berikut saking terkenalnya.
Foto di atas adalah bakmie nyemek Antroep itu. Gurihnya bukan main. Warnanya kuning menggoda, selain bumbunya juga berwarna kekuningan.
Konon, rahasia mie Antroep terletak pada bumbunya itu. Warna kekuningan bukan dari rempah kunir yang diparut, melainkan dari racikan kuning telur rebus matang yang dicampur dengan teknik tertentu bersama bumbu bawang, dll.
Teknik memasaknya juga unik. Tidak satu persatu. Menganutnya adalah bergiliran. Satu wajan, bisa disebut satu angkatan. Sekali angkat wajan bisa langsung 5 hingga 8 porsi, bahkan bisa 12 porsi. Yang paling banyak, itulah yang paling didulukan memasaknya.
Jadi, andai memesan, kalau tidak mau terlalu lama mengantri, bijaknya ikut nunut menu apa berikutnya yang dimasak oleh si "koki" nya Antroep. Entah Mie nyemek, mie goreng, maupun nasi goreng.
Tapi, andaikan, masih setia dengan keinginan, asal tidak berkeluh kesah mengantri, pesanan tetap akan datang juga. Tetap sesuai pesanan dan tidak meleset. Hebatnya pelayanan meski yang pesan tak pernah mencatat pesanannya.
Mie nyemek keren dengan pelanggan sampai lintas generasi ini paduannya juga yahut. Suwiran ayamnya begitu menggoda. Besar-besar. Seperti tak ragu menyuwirnya. Sayuran yang bertebaran juga tak blonyot karena kematengan. Masih juga ada dua irisan telur rebus plus taburan bawang goreng harum gurih. Josss menggodah sekalih...
Begitu juga dengan menu nasi gorengnya, setali tiga uang dengan menu bakminya. Mengantrinya bisa sejam kalau tidak bijak dengan pilihan menu yang diinginkan.
Mie nyemek Antroep tak mahal untuk ukuran kantong. Hanya 22 ribu rupiah per porsi. Mie dan nasi goreng sama saja. Harga 22 ribu itu sudah termasuk acar yang bisa ambil sendiri plus cabe hijau pedas sepuasnya. Tidak termasuk minum lho ya. Untuk minum harus buka dompet sendiri.
Di Surabaya tak hanya Antroep yang lawasnya seperti legenda. Bergeser sedikit ke arah barat, tak jauh dari Ondomohen, persis di depan Pasar Genteng, ada bakmi Jawa serupa. Orang menyebutnya Bakmi Genteng. Karena di depan Pasar Genteng itu.
Lawasnya juga unda-undi. Ibaratnya seperti telur dan ayam. Duluan mana. Tidak begitu jelas. Tapi pelanggannya juga bukan main. Sama-sama padatnya. Hanya, yang di depan pasar Genteng ini, pemasanan lebih terstruktur. Karena bagian memasak mie dan nasi goreng berbeda. Gerobaknya dua. Jadi pelayan meski ngantrinya kayak apa tetap dilayani dengan kecepatan yang sama.
Yang membedakan juga, memesan minumnya lebih mudah. Ada 3 penjual minuman yang terlibat ikut menyajikan menu minum. Tinggal pilih gerobak yang mana minuman pasti segera tiba. Jadi tidak sampai kesereten makanan sementara minuman belum datang.
Nah, sekarang, tinggal you mau pilih nyemek yang mana. Nyemek situ apa yang sana. Langganan sini apa langganan situ... (idi)