Mewaspadai Dampak Perang Rusia vs Ukraina
Kalkulasi yang tidak cermat dari Amerika Serikat (AS) dan Barat dalam menyikapi perang Rusia versus Ukraina dalam bentuk embargo ekonomi terhadap Rusia ternyata menimbulkan dampak luas. Terjadi inflasi tinggi, jatuhnya nilai saham, kelangkaan bahan bakar dan bahan makanan yang bersifat global, sehingga menimbulkan krisis politik di sejumlah negara.
Di Eropa Barat empat rezim pemerintahan jatuh yaitu PM Inggris Boris Johnson, PM Italia Mario Draghi, PM Bulgaria Kiril Petkov dan PM Estonia Kaja Kallas. Rusia juga mengancam akan menghentikan aliran gas ke Polandia dan jika hal itu terjadi maka nasibnya akan menyusul keempat negara tersebut.
Para pemerhati politik dan ekonomi juga memperkirakan beberapa negara akan mengalami tekanan ekonomi dan politik yang besar yaitu Mesir, Afghanistan, Argentina, Laos, Myanmar, Pakistan, Turki dan Zimbabwe. Perlu dicatat bahwa banyak negara yang belum pulih dari pandemi, sehingga belum siap ketika harus menghadapi krisis yang baru akibat perang tersebut.
Bagaimana dengan Indonesia?
Umumnya para pemerhati sepakat efek global berpengaruh terhadap ekonomi akan cukup serius terutama jika terjadi resesi dunia. Untuk sementara ini dampak negatif ekonomi dapat ditanggulangi dengan kebijakan ekonomi dan fiskal pemerintah. Salah satu indikasinya adalah defisit APBN senilai Rp 936,3 Trilyun atau 6,09 %. Angka tersebut lebih baik dibandingkan Malaysia dengan defisit APBN sebesar 6, 5 %, Filipina 8,1 %, India 13,1 %, Jerman 8,2 %, AS 18,7 %.
Karakter Khas Penghuni Nusantara
Namun kita tidak bisa memperkirakan secara pasti kapan perang Ukraina - Rusia akan berakhir. Dan lagi pula tidak seorang pun yang bisa menjamin bahwa pandemi Covid-19 akan berhenti total, pada kenyataannya masih ada yang tertular virus lagi, meskipun sudah injeksi booster. Oleh karena itu sikap waspada masih perlu dipertahankan.
Ada kelebihan dari karakter masyarakat kita yang mempunyai ketahanan dalam menghadapi aneka krisis, sehingga menjadi modal optimisme menghadapi situasi kedepan. Menurut James C Scott (pakar AS) sebagian besar masyarakat Indonesia bersifat subsistensi yaitu mengikuti pola hidup minimalis ala petani sederhana. Suatu “masyarakat rural“ yang lebih suka menoleransi suatu tekanan dan menghadapinya dengan cara perlawanan tersembunyi, bukan perlawanan terbuka.
Hal ini berbeda dengan masyarakat urban misalnya kaum buruh yang sudah mengikuti pola hidup lebih rasional yang membedakan secara apa adanya antara hak dan kewajiban. Misalnya mereka akan melawan secara terbuka jika tuntutan kenaikan gajinya tidak dipenuhi ditengah naiknya harga kebutuhan energy dan bahan pokok.
Kalau disimpulkan, situasi yang kita hadapi adalah tenang tetapi menghanyutkan. Jangan sampai terjadi resesi panjang karena akan menimbulkan riak gelombang dikalangan pekerja urban. Dalam kaitan ini “omnibus law” merupakan isu yang genit. Tenangnya masyarakat rural bukan berarti akan selamanya, tetapi bisa terusik manakala anak anaknya menangis menanti makan. Perlu digaris bawahi krisis politik di dunia umumnya selalu didahului oleh krisis ekonomi.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial Politik, tinggal di Jakarta.