Tjuk Sukiadi: Pembongkaran Masjid Assakinah Adalah Bentuk Arogansi Kekuasaan
Hujan deras yang mengguyur Kota Surabaya sejak pukul 10.00 pagi tak menghalangi niat Jamaah Masjid Assakinah untuk menunaikan ibada sholat Jumat.
Sholat Jumat diikuti lebih dari 40 jamaah, dengan mengambil shaf di bawah reruntuhan yang tidak langsung kena guyuran hujan. Tapi hujan yang tersapu angin tetap membasahi lantai dan tubuh jamaah.
Ini merupakan kali keempatnya sholat Jumat mereka laksanakan sejak masjid ini dibongkar pada 22 Oktober lalu. Di antara jamaah, ada Dr Tjuk Kasturi Sukiadi, seorang budayawan dan ekonom yang jadi guru besar di Universitas Airlangga.
Tjuk bersama jamaah lain khusyuk melakukan ibadahnya, meski di kanan kiri mereka terdapat air menggenang akibat derasnya hujan yang mengguyur bagian atas Assakinah yang kini sudah tak beratap karena pembongkaran.
"Baru tadi malam saya baca dari media kawan bahwa ada sholat Jumat di sini, saya ingin melihat kondisinya. Ternyata kondisinya seperti ini. Jadi wajar bila teman-teman menentang Walikota dan DPRD. Menurut saya itu adalah sikap yang sangat benar. Kita harus menentang arogansi kekuasaan," ujar Tjuk, saat ditemui seusai sholat Jumat.
Menurut Tjuk Sukiadi, pembongkaran masjid Assakinah ini adalah bentuk kesewanang-wenangan pemerintah dalam melakukan Pembangunan. Menurutnya, tak ada pemerintah di manapun yang melakukan hal seperti ini.
"Ini rumah suci kita, rumah ibadah kita, tidak ada peguasa manapun yang melakukan hal seperti ini, ini menunjukan bahwa pemerintah sudah tak punya sense," kata Tjuk yang juga seorang penggerak reformasi di era 1998.
Apalagi, kata Tjuk, pembongkaran ini dilakukan tanpa pemeberitahuan sebelumnya. Main bongkar saja untuk kepentingan Gedung DPRD yang baru, hal yang menurutnya tak terlalu dibutuhkan masyarakat.
"Anda melihat, penggusuran masjid karena jalan tol saja, itu ada perundingan, waktu dan perhitungan. Masalah ini kan lebih dari itu, karena tanpa ada pemberitahuan, mereka merasa karena sebagai pemangku jabatan langsung saja membongkar. Ini kan nggak bener" tegas Tjuk.
Ia menambahkan, bila komplek Balai Pemuda ini adalah bagian dari sejarah, maka tak semestinya pemerintah bisa melakukan pembongkaran dengan dalih pembangunan, apalagi pembangunan itu untuk kepentingan DPRD.
"Balai Pemuda ini adalah gedung dan kawasan bersejarah. Ketika pergantian orde lama ke orde baru pun ini juga bersejarah, ketika reformasi pun bersejarah. Hanya karena keinginan mendirikan gedung DPRD delapan tingkat, yang gunannya apa kita tidak mengerti, jadi sampai menggusur sebuah masjid. Sekali lagi ini arogansi kekuasaan," katanya.
Sebelumnya, dalam rapat yang dilakukan Rabu, 23 November kemarin, oleh Komisi C DPRD Surabaya, Pemerintah kota Surabaya, yang diwakili Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang, dengan mengundang perwakilan MUI, NU dan Muhammadiyah. Dijelaskan bahwa Masjid Assakinah itu nantinya bakal disatukan dengan gedung baru yang diperuntukan bagi anggota dewan.
Menanggapi hal itu, Ketua MUI Jawa Timur, KH. Abdushomad Bukhori menolak mentah-mentah rencana itu. Menurutnya, perancangan itu menurunkan status Masjid Assakinah.
"Dalam surat Al-Baqarah ayat 181, jelas sekali bahwa hal itu tidak diperbolehkan, merubah bentuk masjid yang memang masjid asli menjadi masjid beratappkan gedung. Apalagi ini belum dibangun tapi sudah digusur, apakah tidak ada lahan lain, di komplek seluas ini," ujar Kiai Abdushomad.
Menurutnya, dengan merubah bentuk masjid itu juga merubah fungsi masjid menjadi hanya tempat sholat.
Hal senada juga dikatakan oleh oleh Rois Syuriah PCNU Surabaya, KH Mas Sulaiman. Menurutnya, sasjid Assakinah harus dibangun terpisah dengan gedung dewan. Sebab, awalnya sudah diwasiatkan menjadi masjid yang berdiri sendiri, bukan yang menjadi satu dengan gedung. Kalau menjadi dengan gedung dewan, itu namanya mushola, katanya.
"Jika suatu tanah sudah di peruntukkan untuk masjid, maka tujuh langit ke atas dan tujuh lapisan bumi kebawah hukumnya adalah hukum masjid," ujarnya. (frd)
Advertisement